Selasa, 09 Juni 2020

Khutbah Jum'at: Dunia Berjalan Membelakangi Kita, Akhirat Berjalan Menghampiri KIta


Naskah Khutbah Jum’at:
DUNIA BERJALAN MEMBELAKANGI KITA,
SEDANGKAN AKHIRAT BERJALAN MENGHAMPIRI KITA
(Disampaikan oleh: Mohamad Kholil)

Khutbah Pertama:

الحمد للهِ الّذي خلق الخلقَ وقدّر الأشيآء، واصطفى من عباده الرُّسُلَ والأنبيآءَ والأوليآء, وأكرم هذه البلادَ إندونيسيا بوجود جمعيّة نهضةِ العلمآء, فامتدّتْ رايةُ الحمرآءِ والبيضآءِ في السمآء. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أمّا بعد، فيا أيّها الحاضرون رحمكم الله، أوصيني نفسي وإيّاكم بتقوى الله الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ الكريم: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah,
Mengawali khutbah siang hari ini, marilah kita memanjatkan puji dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang sedetik pun tak pernah berhenti kita rasakan. Kebaikan dan kasih sayang-Nya senantiasa mengalir kepada kita, mengiringi tiap hembusan nafas dan langkah kaki kita menapaki roda kehidupan. Dan setiap saat, nikmat itu terus bertambah, nikmat yang satu, yang terkadang sama sekali belum sempat kita syukuri, sudah disusul dengan nikmat lainnya tanpa bisa kita hitung jumlahnya. Sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT: “wa in ta’udduu ni’mata L-laahi laa tuhshuuhaa” (seandainya kalian diminta untuk menghitung berapa banyak jumlah nikmat Allah itu, niscaya kalian tidak akan pernah sanggup menghitungnya). Dan sebagai wujud rasa syukur itu, marilah kita terus berupaya meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah SWT, dengan cara imtitsaalu awaamirillahi wa(i)jtinaabu nawaahihi (mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya). Sayyiduna Ali bin Abi Thalib KW menyatakan, bahwa di antara ciri sikap orang yang bertaqwa adalah:
الخوف من الجليل، والعمل بالتنزيل، والرضا بالقليل، والاستعداد ليوم الرحيل
(Takut akan siksa dan kemurkaan Dzat Yang Maha Mulia (Allah SWT), mengamalkan perintah yang telah diturunkan oleh Allah, ridho atas segala nikmat-Nya meskipun sedikit, dan mempersiapkan diri dengan amal sholeh untuk menempuh perjalanan akhirat).   

Tak lupa, shalawat dan salam semoga tetap tersampaikan kepada junjungan alam, baginda Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya, seluruh pengikutnya, termasuk kita semua selaku ummatnya.

Hadirin rahimakumullâh,
Imam Ibnu Hibban, seorang ulama ahli hadits terkemuka di zamannya, yang hidup pada tahun 270 sampai 354 H (atau tahun 884 hingga 965 M), seorang ulama yang mendapat julukan “Syaikh Khurasan” (guru besar dari Khurasan), di dalam kitabnya ia meriwayatkan salah satu hadits dari sahabat Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ جِيفَةٍ بِالَّليْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ عَالِـمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ اْلآخِرَةِ
Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Allah SWT membenci manusia yang memiliki 6 sifat berikut ini, yaitu:

Pertama, جَعْظَرِيٍّ - Yakni orang yang memiliki sikap takabbur atau kesombongan. Sikap takabbur atau kesombongan ini ada 2 macam. Pertama, sikap menolak kebenaran yang disampaikan oleh orang lain meskipun ia tahu bahwa hal itu merupakan kebenaran, hanya karena yang menyampaikan adalah orang yang lebih muda usianya, lebih miskin hartanya, lebih rendah status sosialnya, atau karena faktor-faktor lainnya.

Di dalam sejarah kita bisa menyaksikan misalnya, bagaimana Fir’aun akhirnya binasa karena sikap takabbur dan kesombongannya sendiri. Fir’aun sesungguhnya telah melihat sekian banyak mu’jizat yang menjadi bukti kebenaran risalah Nabi Musa AS, namun karena kesombongannya ia tetap menolak untuk mengakui kebenaran dan beriman kepada Nabi Musa AS. Demikian pula kaum Bani Isra’il, meskipun mereka telah diperlihatkan berbagai mu’jizat yang menjadi bukti kebenaran risalah Nabi Isa AS, sifat takabbur dan kesombongan telah menghalangi mereka untuk beriman dan mengakui kebenaran. Mereka berpandangan, bahwa jika mereka beriman, maka akan lenyaplah kehormatan dan kekuasaan mereka. Begitu pula Abu Lahab dan tokoh-tokoh kafir Quraisy, meskipun kebenaran dan mu’jizat al-Qur’an telah begitu nyata di hadapan mereka, mereka tetap menolak untuk beriman, lantaran mereka telah dikuasai oleh sifat takabbur dan kesombongan.

Lalu jenis takabbur yang kedua adalah sikap selalu merendahkan orang lain. Seseorang yang memiliki sifat takabbur ini, di dalam hatinya selalu memandang rendah terhadap orang lain, serta tidak pernah bisa menghargai peran dan keberadaan orang lain.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Sikap manusia yang sangat dibenci oleh Allah yang kedua adalah جَوَّاظٍ - Yaitu seseorang yang gandrung dan serakah untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, karena didorong oleh kecintaannya yang berlebihan terhadap harta benda. Sehingga ia tidak peduli dari mana harta itu diperoleh, apakah dari sumber yang halal ataukah haram.

Lalu sifat berikutnya yang dibenci oleh Allah adalah سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ – Yakni, orang yang suka melebih-lebihkan perkataannnya hingga penuh dengan unsur kebohongan, atau mengkampanyekan janji-janji manis yang sebenarnya hanya untuk mengelabuhi orang lain, demi meraih kepentingannya sendiri yang berorientasi pada materi dan keuntungan.

Hadirin sekalian rahimakumullah,
Berikutnya sifat yang dibenci Allah sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas adalah جِيفَةٍ بِاللَّيْلِ – Yakni orang yang menjadi bangkai di malam hari. Maksudnya adalah orang yang menghabiskan seluruh malamnya hanya untuk tidur, atau melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, sehingga ia melupakan shalat dan bermunajat kepada Allah di malam hari.
  
Kemudian sifat yang kelima adalah حِمَارٍ بِالنَّهَارِ – Yakni orang yang menjadi seperti keledai di siang hari. Yaitu orang-orang yang hanya memikirkan dan menghabiskan waktu setiap harinya hanya untuk urusan makan, mengejar kenikmatan duniawi dan kemewahan. Sehingga ia lalai melakukan kewajiban-kewajiban kepada Tuhannya.

Lalu sifat keenam yang dibenci Allah adalah, عَالِـمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ الْآخِرَةِ – Yaitu orang yang hanya pandai dalam urusan dunia namun sama sekali tidak mengerti, atau tidak mau mengerti, urusan akhirat. Manusia dengan sifat semacam ini yang ia ketahui hanya tentang bagaimana cara mencari dan mengumpulkan materi dan harta benda, akan tetapi ia tidak memiliki atau bahkan tidak menganggap penting sama sekali pengetahuan tentang urusan akhiratnya, terutama yang berkaitan dengan عِلْمُ الدِّيْنِ الضَّرُوْرِيِ (ilmu tentang pokok-pokok agama).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Demikianlah sabda Nabi tentang 6 sifat manusia yang amat dibenci oleh Allah. Semoga kita semua senantiasa memperoleh bimbingan dan pertolongan-Nya agar terhindar dari enam sifat tersebut. Di akhir khutbah ini, ada sebuah nasihat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang kiranya perlu jadi bahan renungan kita bersama, untuk mengingatkan kita bahwa kehidupan di dunia ini pada hakikatnya adalah saat-saat untuk beramal, di mana semua yang kita lakukan pada akhirnya akan kita pertanggungjawabkan di akhirat:

ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَتَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ اليَوْمَ عَمَلٌ وَلاَحِسَابَ، وَغَدًاحِسَابٌ وَلاَعَمَلٌ  
“Dunia ini berjalan membelakangi kita, sedangkan akhirat berjalan menghampiri kita. (Ibarat orang tua), masing-masing dunia dan akhirat itu memiliki anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat, dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Karena hari ini (di kehidupan dunia) adalah saat-saat untuk beramal yang tidak ada hisab, sedangkan esok (di kehidupan akhirat) adalah saatnya hisab dan pertanggungjawaban, bukan lagi saatnya beramal”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
   
Khutbah Kedua:

الْحَمْدُ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ لِيَعْبُدُوْهُ، وَأَبَانَ آيَاتِهِ لِيَعْرِفُوْهُ، وَسَهَّلَ لَهُمْ طَرِيْقَ اْلوُصُوْلِ إِلَيْهِ لِيَصِلُوْهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِاْلهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ, وَاعْلَمُوْا أَنَ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى إِنَ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنَ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ, وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.


Khutbah Jum'at: Upaya Menghindari Kematian Su'ul Khatimah


Naskah Khutbah Jum’at:
UPAYA MENGHINDARI KEMATIAN SU’UL KHATIMAH:
NASEHAT SYAIKHUL ISLAM SAYYID ABDILLAH BIN ‘ALAWI AL-HADDAD
(Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.)
Jum’at, Januari/Februari 2019


(Khutbah I)
الحمد لله الذي نزَّل الفرقانَ على عبده لِيكونَ للعالمين نذيرًا. الذي له ملكُ السموات والأرضِ وخلقَ كلَّ شيء فقَدّره تقديرًا. خلق الإنسانَ مِن نطفةٍ أمشاجٍ يَبتَلِيهِ فجعَله سميعًا بصيرًا. ثمّ هَداه السبيلَ إمّا شاكرًا وإمّا كفورًا. فمَن شكَر كان جزاؤُه جنّةً وحَريرًا ونعيمًا ومُلكًا كبيرًا. ومَن كفَر لَم يَجدْ له من دون الله وليًّا ولا نصيرًا. نحمدُه تبارك وتعالى حمدًا كثيرًا، ونعوذ بنور وجهِه الكريم مِن يومٍ كان شرُّه مُستطيرًا. ونسألُه أن يُلقِّينا يومَ الحَشْر نَضرَةً وسُرورًا. أشهد أن لا إله إلا الله شهادةً تجعلُ الظُّلمةَ نورًا. وأشهد أنّ سيّدنا محمدًا عبدُه المُرْسَلُ مبشِّرًا ونذيرًا. وداعيًا إلى الله بإذنه وسراجًا منيرًا. اللهم صلِّ وسلِّم وبارك على سيّدنا محمد وعلى آله وأصحابه وجميع أُمّته عدد أنفاس مخلوقاتك شهيقًا وزفيرًا. أمّا بعد، فيا أيّها المسلمون رحمكم الله، أوصيني نفسي وإيّاكم بتقوى الله وطاعته لعلّكم تُفلِحون.
 
Hadirin sidang Jum’ah yang semoga dirahmati Allah,

Syaikhul Islam al-‘AllamahQuthb ad-Da’wah wal Irsyad”: Sayyid Abdillah bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad (1634 – 1720 M), seorang ulama salafus shalih penyusun Awrad Ratib al-Haddad, dalam kitabnya yang berjudul Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr (Dar al-Hawi, Cet. II, 1998, hlm. 56) beliau mengemukakan 5 (lima) golongan orang yang dikhawatirkan meninggal dunia dalam keadaan su’ul khatimah. Di dalam kitabnya tersebut beliau mengatakan:
أَكثرُ مَن يُخشَى عليه سُوءُ الخاتمة، والعياذ بالله: الْمُتَهَاوِن بالصّلاة، وَاْلمُدْمِنُ لِشُرْبِ الخَمْرِ، والعاقُّ لوالديه، والّذي يُؤذِي المسلمين، وكذالك المُصِرّون على الكبائر والمَوبقات الّذين لم يتوبوا الى الله منها.
“Orang yang paling dikhawatirkan meninggal dunia dalam keadaan su’ul khatimah adalah: 1) orang yang suka meremehkan shalat; 2) orang yang gemar minum-minuman keras; 3) orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya; 4) orang yang suka menyakiti (mendzalimi) orang lain; dan 5) orang yang terus-menerus berbuat dosa besar dan kekejian dan ia tidak mau segera bertobat kepada Allah. Wal ‘iyadzu billah.” 

Jama’ah sekalian rahimakumullah,

Dalam penjelasan Sayyid Abdillah bin ‘Alawi al-Haddad di atas, golongan pertama orang yang dikhawatirkan meninggal dunia dalam keadaan su’ul khatimah adalah orang yang suka meremehkan atau meninggalkan shalat. Karena shalat merupakan amal pertama yang akan dihisab oleh Allah SWT kelak di hari kiamat, sebagaimana sabda Nabi SAW:
أوّلُ ما يُحَاسَب به العبدُ يومَ القيامة مِن عمله صَلاتُه، فإنْ صَلُحتْ فقد أفلَح وأنجَح، وَإنْ فسدتْ فقد خابَ وَخَسِرَ.
“Sesungguhnya perbuatan manusia yang pertama kali akan dihisab oleh Allah di hari kiamat adalah shalatnya. Maka apabila shalatnya baik, sungguh ia akan beruntung dan lulus dari hisab. Dan jika shalatnya rusak, sesungguhnya ia telah gagal dan akan mendapatkan kerugian.” (HR. Tirmidzi).

Oleh karenanya, marilah kita selalu berupaya sekuat tenaga menjaga shalat kita. Karena dalam keadaan atau alasan apapun shalat (lima waktu) tak boleh ditinggalkan. Kesadaran akan pentingnya menjaga shalat ini juga hendaknya kita tanamkan kepada orang-orang di sekitar kita, khususnya keluarga dan anak-anak kita. Sebab Allah SWT telah mengingatkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari ancaman siksa api neraka, sebagaimana firman-Nya:
يا أيّها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم ناراً وقودها الناس والحجارة عليها ملائكةٌ غلاظٌ شِدادٌ لا يَعصُون اللهَ ما أمرَهم ويفعلون ما يُؤمَرون.
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakar utamanya adalah manusia dan bebatuan; neraka itu dijaga oleh malaikat yang sangat bengis dan kasar, mereka tidak pernah mendurhakai Allah dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka”. (QS. Al-Tahrim: 6).

Hadirin sekalian yang semoga dimuliakan Allah,

Kemudian golongan kedua adalah mereka yang gemar mengkonsumsi khamr atau minuman keras. Terkait hukum mengkonsumsi minuman keras (miras) Nabi SAW bersabda: 
كلُّ مُسكِر خمَر وكلّ خمَرٍ حرام
“Setiap yang memabukkan disebut khamr, dan semua khamr itu diharamkan.”

Mengapa demikian?. Karena prilaku atau kebiasaan mengkonsumsi miras tidak hanya akan merusak mental dan membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Kita tentunya sudah sering mendengar, banyak kecelakaan lalu lintas terjadi akibat pengendara yang dipengaruhi oleh miras atau obat-obatan. Kita juga sering menyaksikan berbagai kasus kejahatan atau kriminalitas, yang terjadi karena faktor minuman keras. Sehingga tepat sekali dalam sebuah maqalah dikatakan: “al-khamru ummul khabaits” (bahwa khamr adalah induk dari segala macam kejahatan). Maka barang siapa yang tidak segera menghentikan kebiasaan mengkonsumsi miras termasuk obat-obatan terlarang, dikhawatirkan kelak hidupnya akan berakhir su’ul khatimah.

Lalu golongan ketiga adalah mereka yang durhaka kepada kedua orangtuanya. Durhaka kepada kedua orangtua sangat dilarang dalam ajaran Islam dan merupakan dosa besar. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW yang diriwayatkan dari Anas bin Malik RA: 
سُئِلَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عن الكَبائِرِ قال: الإِشراكُ بِاللهِ، وَعُقوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهادَةُ الزّورِ.
“Rasulullah SAW pernah ditanya tentang dosa-dosa besar. Beliau menjawab, (yang termasuk dosa besar) adalah: menyukutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh, dan memberikan kesaksian palsu.”

Maka sangatlah masuk akal jika durhaka kepada kedua orangtua, lebih-lebih kepada seorang ibu, dianggap sebagai dosa besar. Karena berkat perantara dan kasih sayang kedua orangtua lah setiap manusia bisa hidup dan terlahir ke dunia, tentu dengan segala jerih payah, resiko dan beratnya tanggung jawab yang ditanggung oleh kedua orangtua, baik di dunia maupun akhirat. Perintah berbakti kepada orangtua merupakan wasiat langsung dari Allah SWT. Di dalam al-Qur’an (QS. Luqman: 14) Allah berfirman: 

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya, (karena betapa) ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang sangat lemah hingga menyapihnya pada usia dua tahun, maka hendaknya kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah kalian semua akan kembali.”

Oleh karenanya, seorang anak yang durhaka kepada orangtuanya dan tidak mau menerima nasehat dari siapapun agar berbakti kepada keduanya, maka sangat dikhawatirkan hidupnya akan berakhir dengan su’ul khatimah.

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,

Adapun golongan keempat adalah orang yang suka menyakiti (mendzalimi) orang lain. Dalam ajaran Islam, mendzalimi orang lain bukanlah persoalan yang bisa dianggap kecil. Karena Allah SWT akan membuat perhitungan atas setiap kedzaliman yang dilakukan oleh seseorang kepada sesamanya. Sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan dari Anas bin Malik RA:
وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لا يَتْرُكُهُ الله فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا حَتَّى يُدَبِّرُ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ
“Bahwa kedzaliman yang tidak akan dibiarkan oleh Allah (baik di dunia ataupun di akhirat) adalah kedzaliman manusia atas manusia lainnya hingga mereka menyelesaikan urusannya.”

Dalam hal ini perlu kita ketahui, bahwa setiap perbuatan dzalim yang kita lakukan terhadap orang lain bisa mengakibatkan kebangkrutan amal kita kelak di akhirat. Perbuatan dzalim yang kita lakukan di dunia, seperti: merendahkan dan menindas orang lain, ghibah dan menebarkan fitnah, memakan harta dan merampas hak-hak orang lain, menumpahkan darah atau melenyapkan nyawa orang lain, melakukan penipuan, kecurangan atau kesewenang-wenangan yang melukai hati orang lain, maka kelak semua perbuatan itu akan merenggut amal kebaikan yang pernah kita lakukan, yakni saat kita dihisab di padang mahsyar pada hari kiamat. Dan apabila seseorang terus menerus berbuat dzalim, amat dikhawatirkan hidupnya pun akan berakhir su’ul khatimah.

Hadirin sidang Jum’ah yang dirahmati Allah,

Sedangkan golongan kelima, yaitu mereka yang terus menerus berbuat dosa besar dan tidak lekas mau bertaubat. Falsafah “emoh limo” yang diajarkan oleh Raden Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel (bin Syaikh Ibrahim Assamarqandi bin Sayyid Jamaluddin Akbar al-Husaini, yang masyhur disebut dengan nama Syaikh Jumadil Kubro yang merupakan kakek moyang Wali Songo), dalam hal ini perlu kita renungkan bersama, agar kita menghindari 5 (lima) macam dosa yang terangkum dalam istilah 5-M, yaitu: 1. Emoh Maen (tidak mau berjudi), 2. Emoh Mendem (tidak mau mabuk-mabukan), 3. Emoh Maling (tidak mau mencuri, termasuk juga korupsi), 4. Emoh Madat (tidak mau menghisap candu, ganja atau narkoba), dan 5. Emoh Madon (tidak mau bermain perempuan). Lima hal yang diajarkan oleh Sunan Ampel untuk dijauhi tersebut merupakan perbuatan dosa yang sangat dikecam oleh Allah dan semua rasul-Nya. Oleh karena itu, orang yang terus menerus sepanjang hidupnya melakukan dosa-dosa tersebut tanpa usaha atau keinginan untuk bertaubat, maka sangat dikhawatirkan hidupnya juga akan berakhir su’ul khatimah. Na’udzu billah tsumma na’udzu billah. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan kepada kita semua agar terhindar dari dosa-dosa di atas, seraya berharap semoga kelak kita semua dapat meraih husnul khatimah di akhir hayat kita, amin ya rabbal ‘alamin. 

بارَك اللهُ لي ولكم في القرآن العظيم, ونَفَعَنِي وَإِيَّاكم بما فيه مِنَ الآيات والذّكر الحكيم, وَتَقَبَّلَ منّي ومنكم تلاوتَه إِنّه هو السّميع العليم. أَقُولُ قَولِي هذا واستغفِرُ اللهَ العظيمَ لي ولكم فاستغفِروه، إِنّه هو الغفور الرّحيم.

(Khutbah II)
الحمد لله الذي أَكرَمَنا بِدِين الحقّ المبين، وأَفضَلَنا بِشريعة النّبي الكريم، أشهد أن لا اله إلاّ اللهُ وحده لا شريك له الملِكُ الحقُّ المبين، وأشهد أنّ سيّدَنا ونبيَّنا محمدا عبدُه و رسولُه سيّدُالأنبياء والمرسلين، اللهم صلّ وسلّم وبارك على نبيِّنا محمد وعلى اله وصحبه والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد: فيأيّها الناس اتّقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى: إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورُسُلِك وملآئكتِك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.

اللّهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات، والمسلمين والمسلمات، الأَحياءِ منهم والأَمواتِ، إِنّك سميعٌ قريبٌ مُجِيبُ الدّعَوات. اللهم اختم لنا بالإسلام واختم لنا بالإيمان واختم لنا بحسن الخاتمة ولا تَختِم علينا بسوء الخاتمة. ربّنا آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. فيا عباد الله، إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم ولذكرالله اكبر.


Khutbah Jum'at: Menyikapi Pandemi Covid-19


Naskah Khutbah Jum’at:
MENYIKAPI PANDEMI CORONA VIRUS (COVID-19)
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I. 

(Jum’at, minggu ketiga April 2020)

Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الأزْمَانِ وَالآنَاءِ، فَلاَ ابْتِدَاءَ لِوُجُوْدِهِ وَلاَ انْتِهَاءَ، يَسْتَوِيْ بِعِلْمِهِ السِّرُّ وَالْخَفَاءُ، وهو القَائِلِ: وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْكَبِيْرُ المُتَعَالِ، المُنَزَّهُ عَنِ الشَّبِيْهِ وَالْمِثَالِ، الَّذِيْ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ كُلُّ شَيْءٍ فِي الْغُدُوِّ وَالآصَالِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ حَذَّرَنَا مِنْ دَارِ الفُتُوْنِ، المُنَزَّلُ عَلَيْهِ: إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُوْنَ. اللَّهُمَّ فصَلِّ وسلّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

Hadirin, sidang Jum’ah rahimakumullah,
Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang berada di masjid, beliau didatangi seorang Arab Badui dengan menaiki seekor unta. Saat sampai di depan masjid Nabawi, unta tersebut dibiarkannya begitu saja tanpa diikat. Melihat perbuatan orang Arab Badui tersebut, Nabi lalu memintanya agar mengikat untanya terlebih dahulu. Namun orang Arab Badui itu menjawab, “Aku sudah bertawakkal (pasrah sepenuhnya) kepada Allah, wahai Nabi.” Mendengar jawaban orang Arab Badui tersebut, Rasulullah SAW kemudian bersabda:

إعقلها ثم توكل على الله

Ikatlah terlebih dahulu unta itu, baru kemudian engkau bertawakkal kepada Allah.” (H.R. at-Tirmidzi)

Sabda Rasulullah SAW kepada Badui tersebut menjelaskan bahwa tawakkal atau berserah diri kepada Allah tidak boleh dengan ‘berpangku tangan’, tanpa melakukan usaha atau ikhtiar sama sekali. Konsep inilah yang di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikenal dengan istilah “kasb” dalam menyikapi taqdir dan ketentuan Allah, yang membedakannya dengan paham Qadariyah maupun Jabbariyah.

Hadirin sekalian rahimakumullah,
Di tengah wabah Corona yang saat ini melanda hampir semua negara, tak ada hal lain yang dapat kita ambil sebagai pelajaran berharga, selain menghayati kembali makna tawakkal yang sebenar-benarnya. Kisah unta di atas dapat menjadi contoh bagi kita, bahwa tawakkal kepada Allah dalam menghadapi wabah Corona saat ini tidak akan bermanfaat apa-apa tanpa adanya peran ikhtiar kita sendiri, yakni usaha kita agar terhindar dari penularan wabah, baik melalui ikhtiar lahiriyah maupun ikhtiar batiniyah. Di dalam al-Quran (surat ar-Ra’d: 11) Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mau berupaya mengubahnya”.

Artinya, jika kita hanya sekadar bertawakal, tanpa melakukan upaya-upaya pencegahan, mengabaikan himbauan pemerintah, serta tidak mengikuti peringatan dokter dan para ahli medis, maka hakikatnya kita belum melakukan tawakkal itu dengan benar.

Itulah pembelajaran pertama yang bisa kita petik dari fenomena pandemi wabah Corona yang saat ini melanda dunia. Bahwa tawakkal tetap mengharuskan kita melakukan upaya-upaya nyata, baik upaya lahiriyah dengan mengikuti anjuran pemerintah, maupun upaya batiniah dengan memperbanyak do’a.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Pembelajaran kedua yang juga bisa kita ambil dari fenomena wabah Corona ini adalah, kita bisa makin dekat dengan keluarga di rumah, mengikuti himbauan pemerintah: social distancing atau mengurangi segala aktivitas di luar rumah, dalam rangka memutus potensi penularan wabah. Situasi ini sesungguhnya pernah diisyaratkan oleh Sayyiduna Ali bin Abi Thalib sejak ratusan tahun silam. Beliau mengatakan:

يأتي على الناس زمان يكون فيه أحسنهم حالا من كان جالسا في بيته   

“Akan datang satu masa dalam kehidupan manusia, di mana orang yang keadaannya paling baik adalah orang yang senantiasa duduk (berdiam diri) di dalam rumahnya”.

Selain itu, dalam kondisi sekarang ini kita juga bisa memperbanyak amaliyah ibadah kita di rumah. Jika selama ini ibadah hanya kita laksanakan di masjid atau di mushalla terutama saat shalat fardhu saja, maka saat ini kita tetap bisa melaksanakan ibadah fardhu sekaligus ibadah-ibadah sunnah di rumah. Hal ini agar rumah kita pun selalu diliputi cahaya, tidak kosong dan hampa seperti kuburan. Dalam sebuah hadits riwayat Sayyidah Aisyah RA, sebagaimana tercantum dalam kitab Musnad Ahmad, Nabi SAW pernah bersabda:

صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ وَلَا تَجْعَلُوْهَا عَلَيْكُمْ قُبُوْرًا

“Shalatlah kalian di rumah kalian (terutama shalat-shalat sunnah). Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan.

Termasuk juga amalan ibadah yang sangat baik dilakukan di rumah adalah berdzikir dan membaca al-Quran. Karena bacaan ayat-ayat al-Quran akan membuat rumah menjadi terang bercahaya. Dalam sebuah hadits yang dihimpun oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’abul Iman dikatakan:

الْبَيْتُ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ الْقُرْآنُ يتراءى لِأَهْلِ السَّمَاءِ، كَمَا تتراءى النُّجُومُ لِأَهْلِ الْأَرْضِ                                         

“Sesungguhnya rumah yang sering dibacakan ayat-ayat al-Qur’an akan terlihat terang dalam pandangan para malaikat penduduk langit, sebagaimana terangnya bintang-bintang di langit dalam pandangan penduduk bumi”.

Hadirin sekalian rahimakumullah,
Pembelajaran yang ketiga adalah kita makin memahami kebesaran dan kuasa Allah. Kita bisa saksikan, bagaimana negara-negara di dunia, tak terkecuali negara-negara adi daya dan super power, yang memiliki kekuatan militer dan kecanggihan senjata, hampir semuanya tak berdaya menghadapi pergerakan virus kecil Corona yang tak kasat mata. Oleh karena itu, mari kita sama-sama introspeksi diri dan muhasabah. Allah selalu memiliki alasan menguji para hamba-Nya. Dengan adanya pandemi wabah Corona ini, tentu sangat berdampak bagi kondisi ekonomi dan kehidupan kita. Namun kita semua harus yakin, akan ada cahaya terang di depan kita, asal kita menghadapinya dengan sabar, ikhlas dan terus berikhtiar sekuat tenaga, mengikuti himbauan pemerintah dan para pakar medis yang ahli di bidangnya.

Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT, dan wabah yang saat ini melanda semoga segera diangkat oleh Allah dari muka bumi. Amin ya rabbal ‘alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
الحمد لله الذي أَكرَمَنا بِدِين الحقّ المبين، وأَفضَلَنا بِشريعة النّبي الكريم، أشهد أن لا اله إلاّ اللهُ وحده لا شريك له الملِكُ الحقُّ المبين، وأشهد أنّ سيّدَنا ونبيَّنا محمدا عبدُه و رسولُه سيّدُالأنبياء والمرسلين، اللهم صلّ وسلّم وبارك على نبيِّنا محمد وعلى اله وصحبه والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد: فيأيّها الناس اتّقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى: إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورُسُلِك وملآئكتِك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوات. اللهمّ اصرِف عنّا البلاء والوباء ونجِّنا من والطّاعون والكورونا ما نَعلمُ وما لا نَعلمُ وأنت علاّم الغيوب. تَحَصَّنَّا بِذي العِزّة والجَبَرُوت واعْتَصَمْنا بِرَبّ المَلَكوت وتوكّلنا على الحيّ الذي لا يموت. اللهمّ إنّا استَوْدَعْنَاك إندونيسيا أهلَها كِبارَها وصِغارَها رِجالَها ونِساءَها, بجودك وكرمك يا أكرم الأكرمين. ربّنا آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. والحمد لله رب العالمين. عبادالله، إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم ولذكرالله اكبر.