Jumat, 26 Oktober 2018

Naskah Khutbah Jum'at: "Hari Santri Nasional dan Semangat Kebangsaan"


Naskah Khutbah Jum’at:
“HARI SANTRI NASIONAL DAN SEMANGAT KEBANGSAAN”
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Jum’at, 26 Oktober 2018 M / 16 Shafar 1440 H)


Khutbah I

الحمد للهِ الّذي خلق الخلقَ وقدّر الأشيآء، واصطفى من عباده الرُّسُلَ والأنبيآءَ, وأكرم هذه البلادَ إندونيسيا بوجود نهضةِ العلمآء, فامتدّتْ رايةُ الحمرآءِ والبيضآءِ في السمآء. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أمّا بعد، فيا أيّها الحاضرون رحمكم الله، أوصيني نفسي وإيّاكم بتقوى الله: اتّقوا الله, اتّقوا الله حقّ تقاته ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.

Hadirin sidang Jum’ah yang dirahmati Allah,
Seiring peringatan Hari Santri Nasional yang beberapa waktu lalu kita peringati (tepatnya pada tanggal 22 Oktober kemarin), pada kesempatan ini, marilah kita memperkokoh kembali pemahaman kita tentang makna ukhuwah wathaniyah, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ajaran agama. Karena menjaga tali ukhuwah wathaniyah (soliditas berbangsa dan bernegara) ini bahkan harus lebih diprioritaskan ketimbang sebatas ukhuwah Islamiyah. Sebab, melalui ikatan ukhuwwah wathaniyah yang kuat, akan tumbuh semangat kebangsaan, jiwa patriotisme dan rasa cinta terhadap tanah air, yang pada gilirannya akan memompa semangat kita melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan tanah air itu dari berbagai ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Semangat inilah yang dulu digelorakan oleh Hadratus Syaikh al-maghfurlah KH. M. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945, bersama para ulama, kiai dan kaum santri seantero Jawa dan Madura, melalui dikeluarkannya fatwa “Resolusi Jihad" yang mendorong terjadinya perang besar di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Semua itu dilakukan demi membela kedaulatan negara dari ancaman pasukan gabungan Inggris dan Belanda, yang berupaya menjajah kembali bangsa kita yang baru 3 bulan merdeka. Hingga alhamdulillah, atas kuasa dan pertolongan Allah, fatwa "Resolusi Jihad" yang diusung oleh para kiai dan santri dapat membuahkan hasil yang gemilang, meski harus ditebus dengan ribuan nyawa dari kalangan santri yang gugur di medan perang. Dalam catatan sejarah, dikatakan bahwa di antara tokoh penting yang turut mensukseskan pertempuran di Surabaya, sekaligus menjadi tokoh kunci yang menjadi alasan mengapa perang itu dilakukan di tanggal 10 November, yang hingga sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan,  adalah almaghfurlah Kiai Amin Sepuh Babakan dan Kiai Abbas Buntet, yang oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari disebut sebagai “Singa dari Jawa Barat”.   

Hadirin yang dirahmati Allah,
Semua itu tak lepas dari kegigihan, do’a dan keikhlasan para kiai dan santri, dibantu berbagai elemen masyarakat lainnya, sebagai wujud kecintaan mereka kepada bangsa ini, sekaligus pengamalan mereka terhadap ajaran agama, sebagaimana hal ini difatwakan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, ketika menjawab pertanyaan Bung Karno yang menanyakan perihal hukum mencintai bangsa dan tanah air. Beliau dengan tegas mengatakan: “hubbul wathan minal iman” (bahwa cinta terhadap bangsa dan tanah air adalah bagian dari iman). Karena tanpa memiliki tanah air, atau menjadi sebuah bangsa yang kuat dan berdaulat, akan sulit rasanya bagi kita sebagai umat, dapat mengamalkan ajaran agama secara damai dan aman. Dengan kata lain, untuk memelihara iman itu sangat dibutuhkan rasa aman.

Hadirin sidang Jum’ah yang dirahmati Allah,
Terkait makna tanah air yang dalam bahasa Arab disebut “al-wathan”, Syaikh Ali al-Jurjani, dalam kitabnya at-Ta’rifat, ia menjelaskan:
الوطن هو مولد الرجل والبلد الذي هو فيه
“Tanah air adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya”. (Lihat: Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H, halaman 327).

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pun pernah mengungkapkan rasa cintanya kepada tanah air yang merupakan tempat kelahiran beliau, yaitu negeri Mekkah. Hal ini bisa kita ketahui dari riwayat Imam Ibnu Hibban yang bersumber dari penuturan Abdullah Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi pernah bersabda:
مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وأَحَبَّكِ إِلَيَّ, وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمِيْ أَخْرَجُوْنِيْ مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
“Alangkah baiknya engkau (wahai Mekkah) sebagai sebuah negeri dan engkau merupakan negeri yang amat aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan tinggal di negeri selainmu”.

Jama’ah sekalian yang dirahmati Allah,
Demikian pentingnya tanah air ini, dalam pepatah Arab dikatakan:
من ليس له أرض ليس له تاريخ, ومن ليس له تاريخ ليس له ذاكرة.
"Barang siapa tidak memiliki tanah air, ia tidak memiliki sejarah. Dan barang siapa yang tidak memiliki sejarah, maka ia akan terlupakan.” Dalam pepatah Arab yang lain juga dikatakan:
لو ضاع منك الذهب, في سوق الذهب تلقاه. لو ضاع منك الحبيب, يمكن في سنة أو سنتين تنساه. لكن لو ضاع منك الوطن, آه يا وطن وينك تلقاه.
“Jika engkau kehilangan emas, di pasar emas kan kau dapatkan gantinya. Jika engkau kehilangan kekasih, mungkin setahun – dua tahun kau bisa melupakannya. Namun jika engkau kehilangan tanah air, maka dari mana kau kan temukan gantinya?!”.

Maka, adalah fenomena yang memprihatinkan, apabila hingga saat ini di kalangan sebagian kelompok masih kerap muncul pandangan keliru yang mempertentangkan antara kecintaan terhadap bangsa dan tanah air dengan agama. Bahkan, tak jarang sebagian dari mereka secara terang-terangan menolak konsep nasionalisme atau kebangsaan karena menganggapnya bukan bagian dari ajaran agama.

Jama’ah sekalian yang dirahmati Allah,
Semua uraian di atas menegaskan kepada kita, bahwa pemahaman keislaman dan kebangsaan haruslah kita pahami secara selaras dalam kerangka ukhuwwah wathaniyah, yakni menjaga loyalitas dan soliditas kebangsaan meski di tengah banyaknya perbedaan atau kebhinekaan. Karena perbedaan adalah sunnatullah dan bukan merupakan sesuatu yang dilarang, karena yang dilarang adalah pertikaian dan permusuhan. Dengan bekal pemahaman seperti inilah ajaran Islam akan benar-benar mewujud menjadi rahmat bagi seluruh alam, dan negeri yang kita cintai ini pun tentunya diharapkan benar-benar menjadi negeri "Darus Salam" yang selalu penuh kedamaian, menjadi negeri yang senantiasa aman dan masyarakatnya penuh iman, sebagaimana diistilahkan oleh al-Qur’an: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.  

Kemudian yang terakhir, sebagai penutup khutbah siang hari ini, sebagai bangsa yang besar, ada 2 (dua) hal yang harus selalu kita ingat, sebagaimana disimbolkan dalam akronim 2 kata JAS, yaitu: JAS MERAH dan JAS HIJAU. JAS MERAH artinya “JAngan Sekali-kali MElupakan SejaRAH”, dan JAS HIJAU artinya “JAngan Sekali-kali HIlangkan JAsa Ulama”. Terkhusus untuk para pelajar dan santri, perlu kalian pahami, bahwa “jihad” atau tugas suci kalian saat ini bukanlah mengangkat senjata memerangi musuh di medan pertempuran, akan tetapi dengan mengangkat pena dan belajar secara sungguh-sungguh, memerangi hawa nafsu dan kebodohan yang bersemayam di dalam diri kalian sendiri. Karena antara keduanya; antara jihad mengangkat senjata dan jihad menggunakan pena, sama-sama menempati posisi mulia di sisi Allah SWT, sebagaimana dijelaskan oleh Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adabul ‘Alim wal Muta’allim:
يوزن يوم القيامة مداد العلماء ودم الشهداء
“Kelak pada hari kiamat akan ditimbang (disetarakan) setiap tetes tinta para ulama (orang-orang yang menggeluti ilmu pengetahuan) dan darah para syuhada (orang-orang yang mati syahid dalam berperang di jalan Allah”.   

Demikian khutbah ini kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian.
      
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. أدع إلى سبيل ربّك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن... وقال تعالى: ومآ أرسلناك إلا رحمة للعالمين. بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم, ونفعني وَإِيَّاكم بما فيه من الآيات وَالذّكر الحكيم, وتقبّل مِنِّي ومنكم تلاوته إِنّه هو السّميع العليم. أقول قولي هذا واستغفر الله العظيم لي ولكم فاستغفروه، إنّه هو الغفور الرّحيم.

Khutbah II

الحمد لله الذي أَكرَمَنا بِدِين الحقّ المبين، وأَفضَلَنا بِشريعة النّبي الكريم، أشهد أن لا اله إلاّ اللهُ وحده لا شريك له الملِكُ الحقُّ المبين، وأشهد أنّ سيّدَنا ونبيَّنا محمدا عبدُه و رسولُه سيّدُ الأنبياء والمرسلين، اللهم صلّ وسلّم وبارك على نبيِّنا محمد وعلى اله وصحبه والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد: فيأيّها الناس اتّقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى: إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورُسُلِك وملآئكتِك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوات. اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاً طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ. ربّنا آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. والحمد لله رب العالمين. عبادالله، إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطكم ولذكرالله اكبر.

Selasa, 21 Agustus 2018

Naskah Khutbah 'Idul Adha

Naskah Khutbah Idul Adha:
“MAKNA IDUL ADHA DALAM DIMENSI HUBUNGAN KETUHANAN (ILAHIYAH)
DAN KEMANUSIAAN (INSANIYAH)”
(Rabu, 10 Dzulhijjah 1439 H. / 22 Agustus 2018 M.)
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.


Khuthbah Pertama:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (5×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) - اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا, لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَعَبْدَهْ, وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَلَانَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهُ, مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ.
اَلْحَمْدُ لِلَّه الَّذِى بَسَطَ لِعِبَادِهِ مَوَاعِدَ اِحْسَانِهِ وَاِنْعَامِهِ, وَأَعَادَ عَلَيْنَا فِى هَذِهِ الْايَّامِ عَوَائِدَ بِرِّهِ وَاِكْرَامِهِ, اَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى جَزِيْلِ اِفْضَالِهِ وَاِمْدَادِهِ, وَاَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ جُوْدِهِ وَحُسْنِ وِدَادِهِ بِعِبَادِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ فِى مُلْكِهِ وَبِلاَدِهِ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَشْرَفُ عِبَادِهِ وَزُهَادِهِ, وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ خَلْقِهِ, وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّاهِرِيْنَ مِنْ بَعْدِهِ. أَمَّا بَعْدُ.
فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ… أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَبَادِرُوا بِإِحْيَاءِ سُنّة اَبِيْكُمْ اِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ الصلاة والسَّلَامُ بِمَا تُرِيْقُوْنَهُ مِنَ الدِّمَاءِ فِى هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيْمِ. اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ - وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Hadirin Jama’ah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah,
Segala puji dan rasa syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di masjid ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat, baik jasmani maupun ruhani. Dan berkumpulnya kita semua di tempat ini, semoga menjadi pertanda masih kuatnya iman dan Islam yang terpatri di dalam hati. Ini semua tentu tak lain merupakan hidayah dan ‘inayah-Nya yang juga patut kita syukuri, dengan cara senantiasa bertaqwa kepada Allah Rabbul ‘Izzati, yakni menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sikap taqwa yang kita miliki itu sudah seharusnya kita jaga dan pelihara dengan istiqamah sehidup semati, seraya berharap semoga kelak pada saatnya kita semua mampu menutup usia dan meninggalkan dunia fana’ ini dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd,
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah,
Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah bagi seluruh umat Islam se-dunia. Hari ini merupakan hari kemenangan Nabiyullah Ibrahim AS, seorang penemu konsep tauhid dalam berketuhanan, bahwa satu-satunya tuhan yang layak disembah hanya Allah SWT. Dengan konsep tauhid tersebut, manusia diharapkan mampu memposisikan dirinya secara benar di tengah kehidupannya, baik sebagai ‘abdullah (hamba Allah) maupun sebagai khalifatullah di muka bumi.

Ma’asyiral Muslimin yang dirahmati Allah,
Dalam upayanya menemukan satu-satunya Tuhan, yakni Allah SWT, Nabiyullah Ibrahim AS telah menempuh proses perenungan yang cukup panjang. Beliau melatih alam pikiran dan batinnya untuk mengenali Dzat Yang Paling Berkuasa atas alam semesta. Upaya tersebut tentunya merupakan sesuatu yang amat sulit bahkan rumit jika dikaji dari aspek ‘aqliyah (pendekatan rasional). Apalagi, posisi Nabiyullah Ibrahim AS adalah seorang manusia yang berada dalam dimensi alam materi-kebendaan (‘alam syahadah-hissiyyah), sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Sirriy dan berada di tempat yang tak pernah dapat digapai oleh indera manusia. Tentunya, Nabiyullah Ibrahim AS mampu melewati proses tersebut melalui berbagai tahapan berpikir dan perenungan yang sangat panjang, serta melalui proses latihan dan penempaan jiwa yang berat. Peristiwa ini sebagaimana diabadikan oleh dalam firman Allah SWT (QS. al-An’am: 75-79):

وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ. فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ. فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ. فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ. إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ.
Dan demikianlah Kami telah perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, agar dia termasuk orang yang yakin. (75) Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang di langit (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu lenyap dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang lenyap“ (76) Kemudian tatkala dia melihat bulan menampakkan dirinya dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu menghilang dari pandangan, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang tersesat.” (77) Kemudian saat ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, inilah yang paling besar”. Maka tatkala matahari itu pun terbenam, dia berkata: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. (78) Sesungguhnya aku menghadapkan diriku hanya kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, seraya mengikuti agama yang benar, dan aku bukanlah orang-orang yang mempersekutukan Tuhan seperti kalian (79)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd,
Hadirin wal Hadirat Rahimakumullah,
Selain sebagai penemu konsep tauhid, beliau juga merupakan manusia yang berhasil menaklukkan ambisi atau nafsu duniawi, demi memenangkan kecintaannya hanya kepada Allah. Ketaatan dan keikhlasan Nabiyullah Ibrahim AS untuk menyembelih (mengurbankan) Ismail yang merupakan puteranya sendiri yang amat dicintai, adalah bukti ketaatan dan kepasrahan total beliau kepada Allah. Itulah sesungguhnya hakikat dan makna ber-qurban, yakni keikhlasan atau kerelaan hati untuk melepaskan apapun yang paling dicintai, demi ketaatan melaksanakan perintah dan ber-taqarrub kepada Allah.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Qurban merupakan simbol keberanian dan tekad seseorang untuk meninggalkan atau “menyembelih” nafsu duniawi untuk menghambakan diri secara total kepada Allah SWtT. Karena kecintaan manusia yang berlebihan kepada dunia, dapat menjadi penghalang kedekatannya kepada Allah. Sebagaimana dikatakan seorang ulama salafus shalih, Malik Bin Dinar Rahimahullah:
حبّ الدنيا رأس كلّ خطيئة
“Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia adalah sumber dari segala kesalahan.”

Oleh sebab itu kecintaan kita terhadap dunia harus pula “disembelih”, agar kita bisa semakin mendekat kepada Allah SWT. Islam tidak melarang umatnya mencari rizki atau kepentingan-kepentingan duniawi, bahkan Allah pun sangat mencintai umat-Nya yang mau bersusah payah dalam mencari rizki yang halal, sebagaimana sabda Nabi SAW:
انَّ اللهَ تَعَالىَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى عبدَه تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah sangat senang melihat hamba-Nya yang mau bersusah payah dalam mencari rizki atau sesuatu yang halal (HR. Ad-Dailami).

Akan tetapi, Islam melarang kita memiliki sikap dan orientasi hidup yang terlalu “memuja materi”, sebab, jika hati dan pikiran seseorang sudah terpikat dan melekat dengan hal-hal yang bersifat duniawi, maka ia akan terdorong untuk melakukan dan menghalalkan segala cara demi meraih ambisinya tersebut.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd,
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Oleh karenanya, hewan-hewan qurban yang kita sembelih, pada hakikatnya hanyalah simbol yang tidak akan pernah dipedulikan oleh Allah SWT, jika itu dilakukan tanpa didasari niat yang tulus dan ikhlash karena Allah, sebagaimana hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah di dalam firman-Nya (Q.S. Al-Hajj: 37),
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَاوَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَاهَدَاكُمْ وَبَشِّرِالْمُحْسِنِينَ.
“Daging-daging hewan yang disembelih berikut darahnya itu tidak akan pernah dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan kalianlah yang dapat menggapai keridhoan-Nya itu...”

Dalam menafsirkan kata “taqwa” pada ayat di atas, Ibnu Abbas RA, seorang sahabat Nabi yang dikenal sebagai Turjumanul Qur’an (penterjemah al-Qur’an), dalam tafsir beliau atas ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana dihimpun oleh Imam Abu Thohir Muhammad bin Yakub Al-Fairuzzabadi As-Syafi’iy dalam kitab: “Tanwirul Miqbas min Tafsiri Ibn ‘Abbas”, beliau mengatakan bahwa yang dimaksud dengan taqwa adalah “niat yang suci dan ikhlas”. Karena hanya dengan landasan niat yang suci dan ikhlas seseorang dapat mencapai ridho Allah, yakni bukan karena riya, ‘ujub, keterpaksaan, kesombongan, ataupun maksud-maksud lain selain Allah.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Dari aspek sosial, ibadah qurban juga mengandung pesan kepada kita agar memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap sesama. Pembagian daging qurban kepada fuqoro’ wal masaakin, adalah simbol agar kita mau berbagi dengan mereka serta ikut meringankan penderitaannya, bukan hanya pada saat tertentu saja, akan tetapi setiap saat dan setiap waktu manakala kita diberikan rizki dan kemampuan oleh Allah. Insya Allah, apabila semangat kepedulian ini terus menyala di hati setiap orang yang berqurban, maka kemiskinan yang saat ini masih menjadi problem utama masyarakat, khususnya umat Islam, akan dapat dientaskan.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْه اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khuthbah Kedua:

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) الله أكبر كبيراً، والحمد لله كثيراً، وسبحان الله بكرة وأصيلاً. الله اكبر... فقد أعطى الله حبيبه الكوثر. الله اكبر... فقد أمره أن يصلى له وينحر. الله اكبر... فقد وصف من كره نبيّه بأنّه الأبتر. الله اكبر... فقد ابتلى الله خليله ببلاء مبين. الله اكبر... فقد أمره أن يذبّح اسماعيل الحليم. الله اكبر... فقد سنّ المصطفى هذا العمل العظيم. الله اكبر... ثم صارت الأضاحى سنّة للمسلمين.
الحمد لله الذي كان بعباده خبيراً بصيراً، وتبارك الذي جعل في السماء بروجاً وجعل فيها سراجاً وقمراً منيراً، وهو الذي جعل الليل والنهار خلفة لمن أراد أن يذكّر أو أراد شكوراً. وتبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيراً، الذي له ملك السموات والأرض ولم يتخذ ولداً، ولم يكن له شريك في الملك، وخلق كل شيء فقدّره تقديراً. أشهد أن لا إله إلاّ اللهُ الرؤوفُ الرحيم, وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله ذو الجاه العظيم, صلّى الله وسلَّم عليه وعلى سائر المرسلين, وآل كلٍّ والصحابة والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. اَمَّا بَعْدُ. فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ... اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَكم وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَاكم, وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ, وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ, وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ اْلمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِىّ, وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ, اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ, وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ, وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ, وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ, وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ, وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا, وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا, وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا, وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ, وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا, وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا, وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا, وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا, وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا. ربّنا آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. عباد الله، إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطكم ولذكرالله أعزّ وأجلّ وأكبر.