Jumat, 13 Maret 2015

Naskah Khutbah Jum'at: Mewaspadai Bahaya Penyakit Mental: "Wahn"



Naskah Khutbah Jum’at:
MEWASPADAI BAHAYA PENYAKIT MENTAL: “WAHN”
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Ketua Lajnah Ta’lief wan Nasyr (LTN) PCNU Kab. Indramayu)
(Disampaikan di Masjid Jami’ Al-Ikhlash Dukuhjeruk Kec. Karangampel Kab. Indramayu,
13 Maret 2015 M/22 Jumadil Awwal 1436 H.)


Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. (أَمَّابَعْدُ) فَيَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ, وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَيَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا, يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ, وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah,

Mengawali khutbah siang hari ini, marilah kita sama-sama memanjatkan puji dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang satu detik pun tak pernah berhenti kita rasakan. Kebaikan dan kasih sayang-Nya terus-menerus mengalir dalam setiap nafas dan langkah kehidupan kita. Dan setiap saat, nikmat-nikmat itu semakin bertambah, nikmat yang satu senantiasa disusul dengan nikmat lainnya, tanpa bisa kita hitung jumlahnya. Sebagaimana firman-Nya: “wa in ta’udduu ni’mata L-laahi laa tuhshuuhaa” (seandainya kalian diminta untuk menghitung berapa banyak nikmat-nikmat Allah itu, niscaya kalian tidak akan pernah bisa menghitungnya). Tak lupa, shalawat dan salam semoga tetap tersampaikan kepada junjungan alam, baginda Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya, serta seluruh pengikutnya, termasuk kita semua selaku ummatnya.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah,

Setiap manusia tentu memiliki ambisi dan cita-cita dalam hidupnya. Di antara kita mungkin sering berfikir untuk menambah daftar kekayaan dan harta kita; berfikir tentang apa yang akan kita miliki; berfikir untuk kesuksesan masa depan anak-anak kita; berfikir agar mendapatkan pangkat, jabatan, dan posisi; berfikir untuk berinvestasi sebanyak-banyaknya agar meraih banyak keuntungan materi, demi jaminan masa depan yang sejatinya amat singkat dan tidaklah abadi, yakni: kehidupan duniawi.
Namun, pada saat yang sama, sering kali kita lalai dari memikirkan dan bercita-cita untuk kebahagiaan hidup dan masa depan kita yang lebih kekal dan hakiki, yakni kehidupan ukhrawi. Padahal, semestinya setiap muslim yang sejati selalu memikirkan bagaimana kondisi kualitas keimanannya saat ini?, serta bekal apa saja yang telah dipersiapkan untuk menghadapi hari akhirat nanti?.

Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia,

Salah satu hal yang sangat berbahaya sekaligus merusak kualitas iman seorang muslim adalah wahn, yaitu sikap hubbu ad-dunya wa karahiyatul maut (yakni terlalu mencintai dunia atau materi serta takut akan datangnya kematian). Karena sikap terlalu mencintai dunia atau materi ini, seorang petani misalnya, ia rela membanting tulang setiap hari untuk keuntungan urusan pertaniannya, tapi tanpa melakukan hal yang sama untuk urusan akhiratnya. Seorang pedagang, ia rela melakukan berbagai cara, berpikir siang dan malam demi meraih laba dan keuntungan sebanyak-banyaknya, namun ia tidak melakukan hal yang sama untuk urusan akhiratnya. Demikian pula dengan bidang pekerjaan atau profesi-profesi lain: semua orang tentu akan melakukan hal yang sama, berpikir tentang kesuksesan urusannya masing-masing yang rata-rata berorientasi pada kesenangan duniawi atau materi. Itu semua pada dasarnya merupakan hal yang lumrah dan manusiawi. Namun yang jadi persoalan adalah, apakah mereka juga sudah melakukan hal yang sama untuk urusan agama dan akhiratnya?. Jika tidak, maka jelas, ada indikasi atau gejala penyakit wahn di dalam dirinya. Bahaya penyakit wahn ini sangatlah besar, sampai-sampai ia bisa menyebabkan banyak orang menjadi kufur hingga rela menjual agamanya. Na’udzu billahi min dzalik. Oleh karenanya, jenis penyakit wahn ini sangat penting untuk kita pahami dan waspadai, sehingga kita dapat mengantisipasinya sejak dini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini bersabda:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah beramal shalih, sebelum datang berbagai macam fitnah (musibah). Karea sering terjadi, seseorang di waktu pagi beriman, namun di sore hari ia menjadi kufur. Atau sebaliknya, seseorang di sore hari beriman, namun di pagi hari ia kufur. Dia menjual agamanya lantaran tergiur dengan secuil kesenangan duniawi.” (HR. Muslim)

Kaum muslimin rahimakumullah,

Terkait sikap atau penyakit wahn ini, diriwayatkan dari Tsauban RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
« يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, وَمَا الْوَهَنُ؟ قَالَ: « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».
“Hampir saja bangsa-bangsa lain berkumpul mengerumuni dan menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di atas meja makan. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian amat banyak, tetapi kalian seperti buih di atas lautan. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut dari hati musuh kalian terhadap kalian, dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian sikap wahn.”, Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitabnya “Sunan Abi Dawud” pada bab fi Tada’a al-Umam ‘ala al-Islam, juga oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, pada bab wa min haditsi Tsauban RA. Dari segi kualitasnya, hadits ini adalah hadits shahih, marfu ‘an Rasulillah SAW.

Hadits di atas menggambarkan ramalan Rasulullah SAW bahwa pada suatu saat umat Islam akan terjangkit suatu virus atau penyakit mental yang sangat berbahaya. Virus ini pula yang menyebabkan umat Islam menjadi bulan-bulanan umat lain. Di mana, kehidupan umat Islam saat itu sudah semakin jauh dari nilai-nilai yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam hadits di atas, juga tergambar bahwa tidak ada satu pun sahabat yang menyangkal apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW. Mereka justru menanyakan lebih lanjut perihal kondisi yang menyebabkan umat Islam tidak lagi dipandang oleh bangsa-bangsa atau umat lain di dunia, tetapi justeru menjadi obyek pelecehan dan tindak kebrutalan. Semua itu bukan karena jumlah umat Islam yang sedikit, akan tetapi virus atau penyakit yang bernama wahn-lah penyebabnya. Yakni, sikap hubbu ad-dunya wa karahiyatul maut (terlalu mencintai dunia atau materi serta takut mati).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW mengibaratkan kondisi umat Islam layaknya ghutsā-is sail. Yakni, seperti buih di lautan. Jumlah umat Islam yang saat ini mencapai tak kurang dari 2 milyar dari seluruh penduduk bumi, ternyata tidak bisa membuat mereka mampu berbuat apa-apa menghadapi gelombang “serangan” yang dilancarkan oleh umat lain, baik dari dalam maupun dari luar. Serangan-serangan itu dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari cara berpikir, budaya masyarakat, informasi, dan lain sebagainya. Bahkan, dalam konteks ekonomi atau pasar global, umat Islam hanya menjadi sasaran pangsa pasar “empuk” yang membawa banyak keuntungan bagi bangsa lain. Produk-produk yang mereka ciptakan, baik berupa teknologi maupun peralatan-peralatan lain selalu membanjiri kehidupan kaum muslim. Akibatnya, kaum muslim tidak bisa berbuat apapun selain hanya menjadi umat yang konsumtif. Belum lagi, upaya mereka meracuni cara berpikir dan mentalitas kaum muslim agar semakin jauh dari nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia,

Selanjutnya, dalam hadits di atas Rasulullah SAW juga menyebutkan walayanza’annaallahu min shuduri ‘aduwwikum al-mahabata minkum. Artinya, Allah sungguh akan mencabut rasa takut musuh-musuh kalian terhadap kalian. Ketika cara hidup kaum muslim telah jauh dari nilai-nilai yang telah diajarkan Allah dan Rasul-Nya, dan mereka begitu cintanya kepada dunia dan materi, maka Allah akan mencabut rasa takut umat-umat lain terhadap Islam. Pada saat itulah umat Islam tidak lagi memiliki haibah (harga diri) di mata umat-umat lain di dunia. Sehingga, sebagaimana kita ketahui bersama, kondisi umat Islam begitu mudahnya dipermainkan dan dijadikan target untuk dipecah belah, sampai pada tuduhan terhadap Islam sebagai agama terorisme, termasuk penyerangan-penyerangan atas negara-negara di Timur Tengah yang sampai saat ini tak kunjung berhenti. Bahkan demikian pula halnya dengan keadaan bangsa kita, kaum muslim di Tanah Air, yang masih terus dihimpit berbagai persoalan seperti kemiskinan, kebodohan, penggusuran, ketimpangan sosial, ketidak-adilan, krisis akhlak, kerusakan moral, korupsi, pornografi, dan sebagainya. Semua itu semakin menegaskan kondisi umat Islam yang mengalami kemunduran dan kemerosotan akibat mewabahnya virus atau penyakit wahn di kalangan umat Islam sendiri.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Wahn, yang berarti sikap hubbu ad-dunya wa karahiyatul maut (terlalu mencintai dunia atau materi serta takut mati), adalah sikap mencintai dunia dan materi secara berlebihan, hingga ia melupakan bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT yang memiliki tugas dan kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Akibatnya, berbagai perintah dan larangan Allah SWT tidak lagi dipedulikan bahkan diabaikan. Tindakan korupsi, kolusi, nepotisme, dan tindakan kecurangan lainnya yang bertujuan memperkaya diri sendiri, adalah contoh nyata dari sikap hubbu ad-dunya. Dalam hal ini, Abu Yahya Malik bin Dinar RA, seorang ulama salafus shalih dari generasi tabi’in, sekaligus tokoh sufi ternama yang hidup di masa Sahabat Ibnu Abbas dan Anas bin Malik RA, ia mengatakan: “hubbu ad-dunya ra’su kulli khathi’ah” (mencintai dunia secara berlebihan adalah sumber dari segala dosa). Demikian pula Utsman bin Affan RA, salah seorang sahabat terdekat Nabi sekaligus saudagar dan pemimpin umat yang dikenal kaya raya, ia mengatakan, bahwa ”mencintai dunia adalah sumber kegelapan hati, dan mencintai akhirat adalah sumber cahaya hati.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Setiap orang yang terjangkit penyakit wahn ini akan melakukan apa saja demi mencapai keinginannya meraih harta, jabatan, kekuasaan, dan segala hal yang berhubungan dengan materi dan kenikmatan duniawi. Lalu, apakah ajaran Islam melarang kita untuk menjadi orang kaya, misalnya?, jawabannya: tentu sama sekali tidak!. Namun Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa dalam kondisi apapun agar memiliki sikap zuhud. Zuhud bukan berarti sikap antipati terhadap dunia. Akan tetapi sikap menempatkan dunia pada tempatnya yang semestinya. Dunia dan materi jangan sampai mengganggu dirinya dalam pengabdian kepada Allah SWT. Orang yang zuhud tidak akan memandang segala hal hanya berdasarkan materi. Sikap zuhud inilah yang sekarang telah banyak luntur dari kehidupan kaum muslim. Perlu diketahui, bahwa para sahabat Nabi SAW pun banyak yang menjadi saudagar dan kaya raya. Akan tetapi kekayaan yang mereka miliki tidak dijadikan sebagai pemuas hawa nafsu apalagi menjadi cita-cita hidup, tapi sebaliknya, mereka menggunakan harta yang dianugerahkan Allah SWT itu sebagai sarana untuk beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya. Hingga, demi menjaga hati agar tidak terpaut dengan materi dan kenikmatan duniawi, sahabat Abu Bakar As-Shiddiq RA, misalnya, di dalam salah satu do’anya senantiasa memohon kepada Allah SWT, “Ya Allah jadikanlah dunia ini ada di tangan kami, tetapi jangan di hati kami.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Adapun sikap karahiyatul maut (takut akan datangnya kematian), ia merupakan buah dari sikap hubbu ad-dunya. Di mana kecintaan seseorang yang berlebihan terhadap dunia akan membuatnya takut berpisah dari alam dunia, bahkan ia melupakan kematian yang notabene merupakan suatu kepastian dari Allah SWT. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an,
كُلُّ نَفْسٍ ذآئِقَةُ الْمَوْتِ, وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ, وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
”Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah akan disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Dan sungguh kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Ali ‘Imran [3] : 185).

Maka, upaya memahami makna dan tujuan hakiki dari perjalanan hidup manusia di dunia yang hanya sementara sangatlah penting bagi setiap muslim agar ia terhindar dari virus atau penyakit wahn tersebut. Oleh karenanya, diperlukan upaya sungguh-sungguh dalam bentuk Behavior Transformation (perubahan prilaku), di antaranya melalui: pertama, membuang-jauh-jauh sikap hubbu ad-dunya wa karahiyatul maut (terlalu mencintai dunia atau materi serta takut mati), kedua, memahami dengan baik dan benar makna atau hakikat kehidupan dan kematian, dan ketiga, berusaha menjadi pribadi muslim yang baik dan berakhlaqul karimah, yang memiliki komitmen dan konsistensi hidup di bawah nilai-nilai ajaran Islam secara baik dan benar. [ ]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah Kedua:
الحمد لله الذي منّ علينا برسوله الكريم, وهدانا به إلى الدين القويم والصراط المستقيم, وأمرنا بتوقيره وتعظيمه وتكريمه, وفرض على كلّ مؤمن أن يكون أحبَّ إليه من نفسه وأولاده وخليله, وجعل محبّتَه سببا لمحبّته وتفضيله, أشهد أن لا إله إلاّ اللهُ الرؤوفُ الرحيم, وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله ذو الجاه العظيم, صلّى الله وسلَّم عليه وعلى سائر المرسلين, وآل كلٍّ والصحابة والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد, فيا أيّها الحاضرون, اتّقوا اللهَ حقَّ تُقاته, ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون. واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورسلك وملآئكتك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين. اللهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحيآء منهم والأموات, إنّك سميع قريب مجيبُ الدعوات. اللهمّ أعزّ الإسلام والمسلمين وَأَذِلَّ الشّركَ والمشركين وانصر عبادَك الْمُوَحِّدِين المخلِصين واخذُل مَن خذَل المسلمين ودَمِّرْ أعدآئَنا وأعدآءَ الدّين وأَعْلِ كلماتِك إلى يوم الدين. اللهمّ ادفع عنّا البلاءَ والوَباءَ والزَّلازِلَ والْمِحَنَ وسوءَ الفتنة ما ظهر منها وما بطن عن بَلَدِنا إندونيسيا خآصةً وعن سائرِ البُلدانِ المسلمين عآمة يَا ربّ العالمين. ربّنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عبادَ الله! إنَّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتآء ذي القربى وينهى عن الفحشآء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون, واذكروا الله العظيم يَذْكُرْكُمْ واشكروه على نِعَمِهِ يَزِدْكم واسئلوه من فضله يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أكبر.