Naskah Khutbah Jum’at:
MAULID NABI:
AJARAN DAN TRADISI
Oleh: Mohamad Kholil, S.S.,
M.S.I.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Khutbah Pertama:
الحمد لله الذي منّ علينا برسوله الكريم, وهدانا به إلى
الدين القويم والصراط المستقيم, وأمرنا بتوقيره وتعظيمه وتكريمه, وفرض على كلّ
مؤمن أن يكون أحبَّ إليه من نفسه وأولاده وخليله, وجعل محبّتَه سببا لمحبّته
وتفضيله, أشهد أن لا إله إلاّ اللهُ الرؤوفُ الرحيم, وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله
ذو الجاه العظيم, صلّى الله وسلَّم عليه وعلى سائر المرسلين, وآل كلٍّ والصحابة
والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد, فيا أيّها الحاضرون, اتّقوا اللهَ
حقَّ تُقاته, ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.
Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah,
Mengawali khutbah siang hari ini, marilah kita memanjatkan puji dan rasa
syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang sedetik
pun tak pernah berhenti kita rasakan. Kebaikan dan kasih sayang-Nya senantiasa mengalir kepada kita, mengiringi tiap
hembusan nafas dan langkah kaki kita menapaki roda kehidupan. Dan setiap saat, nikmat itu terus
bertambah, nikmat yang satu, yang kadang sama sekali belum sempat kita syukuri,
sudah disusul dengan nikmat lainnya tanpa mungkin bisa kita hitung jumlahnya.
Sebagaimana hal ini digambarkan dalam firman Allah: “wa in ta’udduu ni’mata
L-laahi laa tuhshuuhaa” (seandainya kalian diminta untuk menghitung berapa
banyak jumlah nikmat Allah itu, niscaya kalian tidak akan pernah sanggup
menghitungnya). Dan sebagai wujud rasa syukur itu, marilah kita terus berupaya
meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah SWT, dengan cara imtitsaalu
awaamirillahi wa(i)jtinaabu nawaahihi (mematuhi segala perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangan-Nya). Sayyiduna Ali bin Abi Thalib KW pernah
menyatakan bahwa salah satu ciri prilaku taqwa adalah:
الخوف من
الجليل ، والعمل بالتنزيل ، والرضا بالقليل ، والاستعداد ليوم الرحيل
(Takut akan siksa yang dan kemurkaan Dzat Yang Maha Mulia (Allah SWT),
mengamalkan ajaran atau perintah yang telah diturunkan oleh Allah, ridho atau
“nrimo” atas segala anugerah Allah meskipun sedikit, dan mempersiapkan diri
dengan amal sholeh untuk menghadapi saat hari kematian tiba).
Tak lupa, shalawat dan salam semoga tetap tersampaikan kepada junjungan
alam, baginda Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya,
serta seluruh pengikutnya, termasuk kita semua selaku ummatnya.
Hadirin sekalian rahimakumullah,
Hal yang juga patut kita syukuri pada kesempatan ini
adalah, dipertemukannya kembali kita dengan hari kelahiran Nabi SAW, yang jatuh
tepat pada hari ini, yakni 12 Rabi’ul Awal 1439 H. Hari ini merupakan hari yang
sangat bersejarah bagi umat Islam di seluruh dunia. Karena pada hari inilah,
lebih dari 14 abad yang silam, seorang manusia sekaligus makhluk-Nya yang
paling mulia dilahirkan ke dunia, yakni Rasulullah Muhammad SAW.
Dan, sebagaimana kita maklumi bersama, hampir di setiap wilayah umat Islam di
dunia, tak terkecuali di negeri kita, peringatan hari kelahiran Rasulullah SAW merupakan tradisi
luhur yang setiap tahun selalu dilaksanakan.
Hadirin yang
dirahmati Allah,
Perlu kita pahami, bahwa merayakan maulid Nabi pada
hakikatnya merupakan perbuatan mulia. Karena, sebagaimana dijelaskan oleh
al-Imam al-Hafidz Jalaludin as-Suyuthi, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i
yang mendapat julukan “ibnu al-kutub” lantaran semasa hidup ia menulis tak kurang dari 500 buah kitab. Imam As-Suyuthi adalah seorang
ulama multidisiplin ilmu yang hidup pada abad 10 H, dan merupakan orang
yang paling alim di zamannya (bergelar al-‘allaamah) yang hapal tak
kurang dari 200 ribu hadits. Terkait peringatan maulid Nabi, beliau
menjelaskan, bahwa mengadakan peringatan maulid Nabi pada hakikatnya
merupakan bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah SAW, sekaligus wujud
kegembiraan dan rasa syukur kita atas kelahiran beiau. Sebab, kelahiran
Rasulullah di muka bumi merupakan rahmat bagi alam semesta. Bahkan, dalam
sebuah hadits qudsi dinyatakan, Allah SWT berfirman: “laulaaka
ya Muhammad, maa khalaqtul aflak” (andaikan tidak karenamu wahai Muhammad,
maka tidak akan aku ciptakan alam semesta).
Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah,
Selain penjelasan Imam Jalaluddin as-Suyuthi di atas,
masih banyak penjelasan lain terkait pentingnya perayaan maulid Nabi yang
dikemukakan oleh ulama salafus shalih, di antaranya: Syaikh
Tajuddin Umar ibnu Ali al-Lakhami as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan
nama Imam al-Fakihani, seorang ulama bermadzhab Malikiy, dalam kitabnya “al-Maurid
fi al-Kalam ‘ala al-Maulid”; kemudian Syaikh Ibnu al-Hajj al-Fa’siy dalam
kitabnya “Hasyiyah Mayyarah”; lalu Syaikh Abu Abdillah ibn al-Hajj
al-Malikiy dalam kitabnya “al-Madkhal”; termasuk kitab “at-Tanbihat
al-Wajibat” yang ditulis oleh Hadhratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari.
Bahkan, Syaikh Ibnu Taimiyah yang pemikirannya sering dijadikan rujukan oleh
kelompok yang kerap membid’ahkan peringatan maulid Nabi, di dalam
kitabnya yang berjudul Iqtida’u as-Shirath al-Mustaqim, beliau
secara tegas menyatakan:
فتعظيم المولد واتّخاذه موسمًا
قد يفعله بعضُ الناس يكون له فيه أجرٌ عظيمٌ لِحُسن قَصدِه وتعظيمِه لرسول الله
صلى الله عليه وآله وسلَّم...
(Bahwa mengagungkan maulid Nabi dan menjadikannya
sebagai satu tradisi yang dilakukan oleh sekelompok orang, di dalamnya terdapat
pahala yang amat besar lantaran kemuliaan tujuannya dalam rangka mengagungkan
Rasulullah SAW.)
Hadirin sidang
Jum’at hadaniyallahu wa iyyaakum,
Terkait
fadhilah atau keutamaan memperingati Maulid Nabi, Imam Junaid
al-Baghdadi (220 – 298 H), seorang sufi besar penganut madzhab Syafi’i, guru
dari tokoh sufi “legendaris” Imam Abu Abdillah Husain bin Manshur al-Hallaj, beliau mengatakan:
مَنْ حَضَرَ مَوْلِدَ الرَّسُوْلِ
وَعَظَّمَ قَدْرَهُ فَقَدْ فَازَ بِاْلإِيْمَانِ
“Barang siapa menghadiri peringatan maulid Nabi
seraya menghormati keagungan derajat beliau, maka sungguh ia telah memperoleh derajat keimanan.”
Demikian pula Imam Sarri as-Saqathi (wafat 253 H/867 M dalam usia 98 tahun)
yang merupakan guru sekaligus paman dari Imam Junaid al-Baghdadi, yang hidup
sezaman dengan Imam Ahmad bin Hanbal, beliau menyatakan:
مَنْ قَصَدَ مَوْضِعًا يُقْرَأُ
فِيْهِ مَوْلِدُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ قَصَدَ
رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ اْلجَنَّةِ لِأَنَّهُ مَا قَصَدَ ذَلِكَ اْلمَوْضِعَ إِلاَّ
لِمَحَبَّةِ الرَّسُوْلِ, وَقَدْ قَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: مَنْ
أَحَبَّنِيْ كَانَ مَعِيْ فِي اْلجَنَّةِ.
“Barang siapa menuju tempat
pembacaan sirah maulid Nabi, sungguh ia bagaikan berjalan menuju taman surga,
karena ia tidak akan menuju tempat itu kecuali lantaran kecintaannya kepada
Nabi, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa mencintaiku maka ia akan bersamaku di dalam
surga.”
(Lihat keterangan Abu Bakar Bin
Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anatuth Thalibin, Darul Fikr, Juz 3, hlm.
255 dst.)
Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah,
Tradisi perayaan maulid Nabi di wilayah nusantara
bahkan dimanfaatkan oleh “Wali Songo” sebagai sarana dakwah, yang dikemas
dengan berbagai cara untuk menarik minat masyarakat agar menyatakan syahadatain
(2 kalimat syahadat), sebagai pertanda seseorang memeluk agama Islam. Itulah
sebabnya dalam tradisi masyarakat muslim di Jawa, perayaan maulid Nabi ini
sering diidentikkan dengan kata “Syahadatain”, atau yang dalam lidah orang Jawa
disebut “Sekaten”. Tidak hanya itu, 2 kalimat syahadat tersebut, oleh Raden
Sa’id atau Sunan Kalijaga, disimbolkan dengan 2 buah gamelan yang diciptakan
sendiri oleh beliau, masing-masing diberi nama “Kiai Nogowilogo” dan “Kiai
Guntur Madu”, yang senatiasa ditabuh di halaman masjid Demak setiap kali
perayaan maulid Nabi berlangsung. Sebelum kedua gamelan tersebut ditabuh, orang-orang yang baru masuk Islam harus melewati pintu
“ampunan” terlebih dahulu yang diberi nama pintu “Ghafura” (dalam
bahasa Arab, yang berarti Allah Maha Pengampun). Istilah pintu
"ghafura" ini selanjutnya dalam lidah orang Jawa disebut pintu “gapura”.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Setelah periode Wali Songo dan Kesultanan Demak
selesai, dilanjutkan dengan periode Kesultanan Pajang dan Mataram. Pada masa
Kesultanan Mataram, tradisi perayaan maulid Nabi ini pun tetap dilestarikan
hingga saat ini. Pada masa itu muncul istilah “grebeg mulud”. Kata
“grebeg” artinya “mengikuti”, yakni mengikuti Sultan dan para ulama keluar dari
keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan maulid Nabi. Selain itu muncul
pula istilah Panjang Jimat di kesultanan Cirebon, yang berlangsung sejak
masa Syekh Syarif Hidayatullah hingga saat ini. Secara filosofis, kata Panjang
berarti lestari dan terus menerus, sedangkan kata Jimat berarti benda
pusaka yang sangat dihormarti. Istilah Panjang Jimat pada hakikatnya
bermakna upaya untuk menjaga dan melestarikan pusaka yang paling berharga milik
umat Islam selaku umat Rasulullah SAW, berupa dua kalimat syahadat.
Selain tradisi-tradisi di atas, masih banyak tradisi
lain di wilayah Islam nusatara yang selalu dilaksanakan dalam rangka
mengungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran Rasulullah SAW. Dan alhamdulillah,
di masyarakat kita pun sampai saat ini tradisi peringatan maulid Nabi masih
terus dilakukan. Itu semua tentu merupakan hal yang sangat positif untuk terus
kita lestarikan, sebagai salah satu wujud kecintaan kita kepada Rasulullah
SAW.
Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum,
Di atas semua uraian tersebut, hal yang sesungguhnya
paling penting dan paling utama untuk kita pahami adalah, perayaan demi
perayaan maulid Nabi yang setiap tahun kita laksanakan, hendaknya diikuti pula
dengan peningkatan kualitas kecintaan kita kepada Rasulullah SAW secara nyata, yakni
dengan cara meneladani akhlak dan prilaku Nabi serta mengikuti ajaran-
ajarannya, termasuk juga patuh dan berpedoman kepada petunjuk para ulama selaku
pewaris perjuangan Nabi hingga akhir zaman. Agar, perayaan maulid Nabi yang
setiap tahun kita laksanakan itu tidak hanya berhenti pada kegiatan seremonial
belaka, akan tetapi memiliki atsar atau pengaruh positif bagi
perbaikan diri, keluarga, dan masyarakat kita dalam rangka upaya meningkatkan
iman dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Demikian uraian khutbah yang dapat kami sampaikan,
semoga bermanfaat khususnya bagi pribadi khathib dan umumnya bagi seluruh
jama’ah sekalian. [ ]
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم,
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو اللهَ واليومَ الآخِرَ وذَكَرَ
اللهَ كثيرا. بارك اللهُ لي ولكم في القرآن العظيم, ونفعني وإيّاكم بما فيه مِن
الآيات والذكر الحكيم, وتقبّل منّي ومنكم تِلاوَتَه إنّه هو السميع العليم. وقل
ربّ اغفر وارحم وأنت خير الراحمين.
Khutbah Kedua:
الحمد لله على
إحسانه, والشكر له على توفيقه وامتنانه. أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك
له, وأشهد أنَّ سيدنا محمدا عبده ورسوله الدّاعى إلى رضوانه. اللهمّ صلّ على سيدنا
محمد, وعلى آله وأصحابه وسلِّم تسليما كثيرا. أمّا بعد, فيا أيها الناس, اتّقوا
الله فيما أمر وانتهوا عمّا نَهَاكم. واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه
بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى
يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى
أنبيآئك ورسلك وملآئكتك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر
وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم
الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللهمّ اغفر
للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحيآء منهم والأموات, إنّك سميع قريب
مجيبُ الدعوات. اللهمّ أعزّ الإسلام والمسلمين وَأَذِلَّ الشّركَ والمشركين وانصر
عبادَك الْمُوَحِّدِين المخلِصين واخذُل مَن خذَل المسلمين ودَمِّرْ أعدآئَنا
وأعدآءَ الدّين وأَعْلِ كلماتِك إلى يوم الدين. اللهمّ ادفع عنّا البلاءَ
والوَباءَ والزَّلازِلَ والْمِحَنَ وسوءَ الفتنة ما ظهر منها وما بطن عن بَلَدِنا
إندونيسيا خآصةً وعن سائرِ البُلدانِ المسلمين عآمة يَا ربّ العالمين. ربّنا آتنا
في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عبادَ الله! إنَّ الله يأمر
بالعدل والإحسان وإيتآء ذي القربى وينهى عن الفحشآء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم
تذكّرون, واذكروا الله العظيم يَذْكُرْكُمْ واشكروه على نِعَمِهِ يَزِدْكم واسئلوه
من فضله يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أكبر.
mohon ijin download..
BalasHapus