Naskah Khutbah Jum’at:
“ISLAM BUKAN AGAMA KEKERASAN”
(MENOLAK GERAKAN RADIKALISME ISLAM)
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Ketua Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) Pengurus Cabang NU
Kab. Indramayu)
(Disampaikan di Masjid Jami’ Al-Ikhlash Desa Dukuhjeruk Kec.
Karangampel Kab. Indramayu, 05 September 2014)
Khutbah
Pertama:
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَاءَ، وَاصْطَفَى مِنْ عِبَادِهِ
الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَاءَ، بِهِمْ نَقْتَدِي وَبِهُدَاهُمْ نَهْتَدِي، نَحْمَدُهُ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ الحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ،
وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ، أَنْزَلَ عَلَيْهِ رَبُّهُ
الْقُرْآنَ الْمُبِيْنَ, هُدًى وَنُوْرًا لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ رِسَالَتَهُ
رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، وصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سيدنا محمّد وَعَلَى سَائِرِ
الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ, وَآلِ كُلٍّ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ
أُوْصِِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Hadirin sidang Jum’at rahimakumulllah,
Mengawali khutbah siang hari ini, marilah kita sama-sama memanjatkan puji
dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang
satu detik pun tak pernah berhenti kita rasakan. Kebaikan dan kasih sayang-Nya
terus-menerus mengalir dalam setiap langkah kehidupan kita. Dan setiap saat,
nikmat-nikmat itu semakin bertambah, nikmat yang satu senantiasa disusul dengan
nikmat lainnya, tanpa bisa kita hitung jumlahnya. Sebagaimana firman-Nya: “wa
in ta’udduu ni’mata L-laahi laa tuhshuuhaa” (seandainya kalian diminta
untuk menghitung berapa banyak nikmat-nikmat Allah itu, niscaya kalian tidak
akan pernah bisa menghitungnya). Tak lupa, shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan alam, baginda Nabi Agung Muhammad SAW, beserta
keluarga dan para sahabatnya, serta seluruh pengikutnya, termasuk kita semua selaku
ummatnya.
Jamaah Jum’at yang berbahagia,
Materi atau tema khutbah kali ini kami
beri judul: “Islam Bukan Agama Kekerasan (Menolak Gerakan Radikalisme Islam)”.
Ini merupakan salah satu bentuk ikhtiar Khathib dalam merespon masih terus maraknya
pemikiran dan gerakan radikalisme Islam (Islam garis keras), baik yang berskala
lokal-nasional seperti gerakan kelompok “Negara Islam Indonesia (NII)”, maupun
yang berskala global-internasional (atau gerakan trans-nasional yang bersifat lintas
negara) seperti gerakan “Hizbut Tahrir” dan “International State in Irak and Suriah
(ISIS)” yang baru-baru ini muncul dan marak diberitakan di media massa, baik
media nasional maupun internasional, serta masih banyak kelompok dan gerakan
sejenis lainnya yang bermunculan di negeri ini, yang semuanya penting untuk diketahui
dan diwaspadai oleh segenap kaum Muslim di Indonesia, yang notabene telah ribuan
tahun lamanya, sejak Islam pertama kali masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M / 1
H, menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Selain itu, materi khutbah kali ini
juga sebagai bentuk tanggungjawab moral Khathib untuk memberikan sedikit pencerahan
dan peringatan dini kepada masyarakat kita, khususnya para pelajar dan generasi
muda Muslim, agar dapat membentengi diri dengan pemahaman keagamaan yang benar
dan lurus, sehingga tidak mudah terprovokasi oleh doktrin-doktrin “meresahkan” dan
memecah-belah yang gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal di atas,
yang dalam setiap aksi dan gerakannya selalu menggunakan cara-cara “puritan”
dengan mengatas-namakan dan membawa simbol-simbol keislaman namun hakikatnya
sangat tidak islamiy bahkan jauh dari nilai-nilai luhur ajaran Islam itu
sendiri yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang bersifat rahmatan lil ‘alamin.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Kiranya sudah sama-sama kita maklumi
bersama, bahwa agama Islam dengan ajaran-ajarannya yang tertuang di dalam kitab
suci al-Qur’an dan Hadits Nabi, akhir-akhir ini kerap disudutkan dan diidentikkan
sebagai “agama kekerasan”, “agama teroris”, dan sebutan-sebutan negatif lainnya.
Kita semua tentu sangat tidak setuju dan menolak keras anggapan seperti itu. Namun
perlu kita pahami, bahwa anggapan semacam ini muncul sedikitnya disebabkan oleh
2 (dua) hal:
Pertama, karena adanya
sebagian kaum orientalis (para ilmuwan Barat yang mengkaji ajaran-ajaran Islam),
meskipun tidak semuanya, yang sejak awal kajiannya terhadap Islam memang
bertujuan mendiskreditkan Islam melalui teks-teks ajaran Islam itu sendiri.
Dengan kata lain, sebagian kaum orientalis semacam ini berupaya menyudutkan citra
Islam melalui teks-teks ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur’an dan hadits
Nabi. Mereka umumnya sangat tertarik mengkaji teks-teks keislaman yang
berkaitan tentang “perang” (jihad), baik yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an
maupun hadits-hadits Nabi. Teks-teks tersebut kemudian oleh mereka “diotak-atik”
atau “dipoles” sedemikian rupa dengan pemahaman dan penafsiran sesuai
kepentingan mereka sendiri yang sangat tidak objektif dan menyudutkan, demi
meyakinkan masyarakat dunia bahwa Islam adalah agama yang melegitimasi
peperangan dan kekerasan.
Kedua, karena adanya
pemahaman dari sebagian kelompok umat Islam sendiri, terutama dari kalangan
IGARAS (Islam Garis Keras) sebagaimana beberapa di antaranya disebutkan di
atas, yang sangat dangkal dan tekstual dalam memahami ajaran Islam, tanpa
memahami konteks dan inti maqashid as-syari’ah dari masing-masing ajaran
itu. Dengan kata lain, kelompok umat Islam semacam ini umumnya memahami teks
ajaran Islam hanya berhenti pada tataran al-ma’na (makna permukaan) yang
sekiranya sesuai dengan selera dan kepentingan mereka sendiri, namun mereka
gagal menggali aspek al-maghza (kedalaman substansi dan spirit ajaran) yang
terkandung di dalamnya. Sehingga, produk pemahaman keagamaan yang dihasilkan
oleh mereka pun sesungguhnya tidaklah berbeda dengan pemahaman yang dihasilkan
oleh sebagian kaum orientalis di atas. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah,
kelompok umat Islam semacam ini, dengan bekal pemahaman keagamaan mereka yang
sangat kaku dan tekstual itu, justeru menganggap diri mereka sebagai kelompok umat
Islam yang paling benar (truth claim), bahkan mudah memberi label
“kafir” terhadap kelompok lain yang dianggap tidak sepaham dengan mereka
sehingga layak diperangi. Cara berpikir semacam ini sungguh sangat keliru dan
berbahaya bagi kerukunan hidup umat Islam sendiri, lebih-lebih dalam hubungan
antar umat beragama dan hubungan masyarakat sebangsa-setanah air yang penuh
dengan kemajemukan. Itu semua karena doktrin atau ajaran yang dikembangkan oleh
mereka cenderung eksklusif, ekstrem, fanatik, tidak toleran, radikal, dan
keras. Di antara doktrin yang paling sering diusung oleh mereka hingga saat ini
umumnya berkutat pada konsep “Khilafah Islamiyah” (terbentuknya Negara Islam)
dan konsep “Jihad” dengan pemaknaan yang sangat dangkal dan sempit hanya
sebatas “perang fisik” dan aksi-aksi “kekerasan” yang tanpa kompromi. Padahal, hakikat
makna “Jihad” itu sendiri yang sesungguhnya adalah sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah
SAW di akhir berkecamuknya Perang Badar yang sangat dahsyat, bahwa jihad yang
paling besar adalah jihad an-nafs (jihad memerangi hawa nafsu dan
angkara murka yang bersemayam di dalam diri setiap manusia).
Hadirin Jama’ah Jum’at Hadaniyallahu wa Iyyakum,
2 (dua) sebab di atas itulah yang bagi
Khathib telah membuat kemuliaan dan keteduhan wajah Islam akhirnya tercoreng, bahkan
di mata sebagian masyarakat dunia, Islam dipandang sebagai “agama kekerasan” atau
“agama kaum teroris”. Padahal, di dalam al-Qur’an Allah SWT sendiri dengan
sangat jelas dan tegas menyatakan:
ومآ أرسلناك إلاّ رحمة للعالمين
“Tidaklah
Aku mengutus engkau (wahai Muhammad) kecuali untuk menebarkan rahmat (kasih
sayang) bagi seluruh semesta”. (QS. An-Anbiya: 107).
Dan bahkan, kata “Islam” sendiri pun
secara harfiyah memiliki makna keselamatan dan kedamaian. Oleh
karenanya, sangat jelas bagi kita bahwa Islam tidak membenarkan segala bentuk
aksi teror dan kekerasan apalagi dengan mengatas-namakan agama demi meraih
kepentingan-kepentingan tertentu yang sesungguhnya lebih bernuansa “politis”,
baik yang berskala nasional maupun global (seperti isu tentang Khilafah
Islamiyah yang diusung oleh kelompok NII, HT, ISIS, dan kelompok-kelompok
sejenis lainnya) ketimbang misi dakwah dalam pengertian yang sebenarnya. Karena
jelas, inti dari ajaran moral Islam adalah membentuk umatnya agar lebih mengedepankan
etika/akhlak dan prilaku moderat, santun, toleran, dan kasih sayang terhadap
siapa pun, baik terhadap sesama muslim maupun non-muslim, termasuk terhadap
makhluk-makhluk Allah yang lain, bukan justeru selalu mengobarkan api kebencian,
peperangan, dan rasa permusuhan. Demikianlah inti dari ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sekaligus
perwujudan dari upaya menanamkan nilai-nilai ajaran Islam agar shalih li
kulli zaman wa makan (relevan sepanjang masa di manapun tempatnya).
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah,
Oleh karena itu, adalah tugas dan
tanggungjawab kita bersama untuk membekali diri, keluarga, dan masyarakat kita,
terutama anak-anak dan generasi muda kita, agar tidak mudah terjebak dalam arus
gerakan radikalisme Islam tersebut, yang kerap membawa simbol-simbol keislaman
namun hakikatnya sangat jauh dari substansi dan nilai-nilai luhur ajaran Islam
itu sendiri. Untuk itu, hal penting yang
mesti kita pahami dan kita upayakan diantaranya adalah membekali diri dengan
pengetahuan agama yang lurus dan benar, sekaligus bersikap selektif dan
hati-hati dalam memilih guru atau lembaga pendidikan, termasuk memilih jam’iyah
dan organisasi, yang sekiranya selaras dengan paham keislaman Ahlus Sunnah wal
Jama’ah yang sudah ribuan tahun lamanya diajarkan secara turun temurun oleh
para ulama salafus shalih, orangtua, dan guru-guru kita. Hal ini sebagaimana
dinasehatkan oleh ba’dhu as-salaf as-shalih:
إنّ هذا العلمَ دين, فانظروا عمّن تأخذون دينكم
“Sesungguhnya
pengetahuan ini adalah (sarana penting untuk memahami) agama (dengan benar),
maka telitilah dari mana kalian mendapatkan pemahaman agama kalian itu”.
Terakhir, sebagai penutup materi khutbah
ini, sebagaimana yang mungkin di antara jama’ah sekalian telah sama-sama ketahui,
baru-baru ini muncul wacana pembongkaran dan pemindahan makam Rasulullah SAW
dan situs-situs penting bersejarah lainnya di area Masjid Nabawi di Madinah
oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, yang diback-up oleh kelompok ekstremis
Wahabi. Wacana atau usulan ini dimuat dalam sebuah dokumen yang ditulis oleh
seorang ilmuwan dari kalangan Wahabi, Dr. Ali bin Abdul Aziz al-Shabal dari “Muhamad
ibn Saud Islamic University” Riyadh, dan telah diedarkan kepada Komite Kerajaan
Arab Saudi. Rencana semacam ini sesungguhnya bukan kali yang pertama. Karena
pada sekitar tahun 1924 yang silam, kelompok ekstremis Wahabi ini sudah hampir benar-benar
melakukan pembongkaran terhadap makam Rasulullah SAW tersebut, bahkan membuat aturan
yang melarang berhaji ke Baitullah bagi umat Islam yang tidak sepaham dengan mereka.
Namun rencana itu akhirnya berhasil digagalkan lantaran derasnya kecaman dari
kalangan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari berbagai penjuru dunia, termasuk
dari kalangan ulama Indonesia sendiri yang tergabung dalam wadah “Komite
Hijaz”, sebuah organisasi yang menjadi cikal bakal lahirnya jam’iyyah Nahdhatul
Ulama (NU) yang dimotori oleh Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan KH. Abdul
Wahhab Chasbullah dari Jombang. Sepanjang sejarahnya, sejak awal kemunculannya
pada abad ke 18 M, kelompok ekstremis Wahabi ini memang sangat gencar melakukan
pembongkaran bahkan pengrusakan terhadap situs-situs penting bersejarah umat
Islam, melalui slogan mereka yang sangat populer namun sesungguhnya sangat
salah kaprah dengan mengatas-namakan gerakan “tajdid al-‘aqidah”
(pembaharuan akidah), yakni: “demi membebaskan umat Islam dari prilaku syirik,
khurafat, tahayul dan bid’ah”, sehingga makam-makam para Nabi dan para Auliya
pun tak luput dari serangan brutal mereka.
Selain
itu, perlu juga kita ketahui, bahwa di antara ajaran khas kaum Wahabi ini adalah:
mengkafirkan imam besar sufi yang menjadi panutan di kalangan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah seperti Imam Ibnu ‘Arabi dan Imam Abu Yazid al-Bustami; mudah memberi
label “kafir” terhadap umat Islam lain yang dianggap tidak sepaham; memvonis
sesat kitab “Aqidatul Awam” dan “Qashidah Burdah”; menganggap sesat pengikut madzhab
Asy’ariyah dan Maturidiyah; mengubah beberapa bab dalam kitab-kitab karangan ulama
salafus shalih agar sesuai dengan paham mereka, seperti kitab “al-Adzkar” karangan
Imam An-Nawawi; mereka juga menolak perayaan Maulid Nabi karena menganggap
acara tersebut sebagai bid’ah dholalah, termasuk menolak kitab “Ihya’
Ulumuddin” karangan Hujjatul Islam Imam al-Ghazali.
Oleh
karenanya, sudah sepantasnya pada kesempatan ini kita sama-sama berdo’a dan
memohon kepada Allah, agar wacana dan rencana yang akan memecah belah dan melukai
perasaan umat Islam di seluruh dunia itu tidak betul-betul terlaksana. Amin
ya Rabbal ‘Alamin.
Demikian khutbah yang dapat kami
sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. ادع إلى سبيل
ربّك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إنّ ربّك هو أعلم بمن ضلّ عن
سبيله وهو أعلم بالمهتدين
“Serulah
(manusia) menuju jalan Tuhanmu dengan penuh kebijaksanaan (hikmah) dan nasehat
yang baik, dan (apabila diperlukan) berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
baik pula. Sesungguhnya Dia-lah Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui siapa orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ, وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاََّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ
أَنََّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ,
اِتَّقُوا اللهََ حَقَّ تُقَاتِهِ, وَاعْلَمُوْا أَنََّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى
إِنََّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ
الْمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ
عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَِّ
الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ
الْمُخْلِِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا
وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاََءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ
الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا
خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنََّ اللهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ,
وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ,
وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
izin copy pak.
BalasHapusterima kasih pak,bisa sy pake untuk kutbah di mesjid sya,ijin copy nggih
BalasHapusizin copy
BalasHapusijin copy pak
BalasHapusSilahkan, semoga bermanfaat.
BalasHapusizin copy
BalasHapusKhutbah Yang Bagus, tapi kalau kita baca kitab-kitab klasik terutama yang syafi'iyah, bahwa rukun khutbah yaitu sholawat tidak cukup dengan menggunakan domir, jelas dalam kitab Bajuri, I'anah, dll. antum sebagai pengurus lembaga di bawah NU (sebagai mana saya juga orang NU) berpegang pada kitan kitab muktabarohya NU.
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih kang atas ketelitian dan koreksinya..
Hapus