Naskah Khutbah Jum’at:
“MORAL IDEAL SEORANG
PEMIMPIN”
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Disampaikan di Masjid Jami’ Al-Ikhlash Dukuhjeruk
Kec. Karangampel Kab. Indramayu, 02 Mei 2014)
Khutbah
Pertama:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَاءَ، وَاصْطَفَى
مِنْ عِبَادِهِ الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَاءَ، بِهِمْ نَقْتَدِي وَبِهُدَاهُمْ
نَهْتَدِي، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ مِنَ
الحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ، أَنْزَلَ
عَلَيْهِ رَبُّهُ الْقُرْآنَ الْمُبِيْنَ, هُدًى وَنُوْرًا لِلْمُؤْمِنِيْنَ،
وَجَعَلَ رِسَالَتَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
وَعَلَى سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ, وَآلِ كُلٍّ وَالصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ,
فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Hadirin sidang Jum’at rahimakumulllah,
Beberapa minggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 9 April 2014, segenap
rakyat dan bangsa Indonesia telah melaksanakan suksesi Pemilihan Umum untuk
memilih para wakil rakyat (anggota legislatif) yang akan duduk di Parlemen,
baik di tingkat Pusat, Propinsi, maupun di tingkat Kabupaten/Kota Madya,
termasuk memilih mereka yang akan menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) mewakili daerahnya masing-masing. Setelah itu, beberapa minggu ke depan, insya Allah pada tanggal 9 Juli 2014, kita akan kembali
melaksanakan suksesi kepemimpinan nasional untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden untuk periode 5 tahun mendatang. Tentunya menjadi harapan kita bersama,
bahwa siapapun yang terpilih, entah di wilayah legislatif maupun
eksekutif, termasuk juga yudikatif; baik di tingkat Pusat maupun di Daerah, adalah
orang yang benar-benar amanah dan memiliki jiwa sebagai negarawan, bukan hanya sekedar
politisi. Karena antara negarawan dan politisi adalah
2 hal yang berbeda. Sebagaimana dikemukakan oleh James Freeman Clarke
(1810-1888), penulis dan pakar teologi asal Amerika, bahwa seorang negarawan lebih berpikir tentang bagaimana nasib generasi
mendatang, sementara politisi hanya berpikir bagaimana memenangkan pemilu yang
akan datang. Di atas itu semua, hal yang sesungguhnya paling penting adalah, semoga
pemilu demi pemilu yang telah dan akan selalu kita laksanakan, jangan sampai
menjadi pemicu perpecahan dan rusaknya tatanan persatuan dan persaudaraan di
tengah-tengah masyarakat. Seperti diungkapkan oleh KH. Mustofa Bisri/Gus Mus
(Rois ‘Am Syuriyah PBNU) beberapa minggu lalu dalam nasehatnya kepada Pengurus
Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), bahwa kita harus lebih berpikir tentang
pentingnya jam’iyah (kebersamaan/persatuan) ketimbang hanya memikirkan kepentingan
jama’ah (kelompok).
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Diskursus atau wacana pemikiran seputar pemimpin dan kepemimpinan di era
modern, sejak penghujung abad yang lalu hingga sekarang telah banyak mencuat
kembali ke permukaan. Sedikitnya hal ini disebabkan oleh 2 (dua) faktor. Pertama,
banyak pemimpin dalam berbagai bidang dan tingkatan terlibat masalah
pelanggaran moral. Kedua, sebagaimana dikemukakan banyak orang, mungkin
karena usia dunia kita yang semakin menua, sehingga seolah-olah tak kuasa lagi
melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leader) dan berintegritas seperti
pada masa-masa silam. Kenyataan ini juga pernah dikritisi oleh Jeremie Kubicek,
seorang pakar teori kepemimpinan dari London, Inggris, melalui bukunya yang
kontroversial (2011), berjudul: “Leadership is Dead” (Kepemimpinan
Telah Mati). Ia nyatakan dalam bukunya tersebut, bahwa pemimpin sekarang
lebih banyak menuntut (getting), bukan memberi (giving); lebih banyak menikmati,
ketimbang melayani; dan lebih banyak mengumbar janji, dari pada memberi bukti. Hal
ini tentunya sangat bertentangan dengan makna dan hakikat kepemimpinan itu sendiri,
sebagaimana diterangkan oleh Syaikh al-Khathib al-Baghdadiy dalam kitabnya “Tarikhu
Baghdad” (10/187): bahwa diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW pernah
bersabda:
سَيِّدُ
الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
“Seorang pemimpin adalah “pelayan”
bagi masyarakat atau orang yang dipimpinnya.” (Penjelasan serupa juga diterangkan dalam kitab “Syarh az-Zarqani”
dan kitab “al-Mawahib al-Laddunniyyah” karya al-Qasthalaniy, dengan keterangan
bahwa kualitas sanad hadits tersebut adalah dha’if/lemah).
Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum,
Secara lebih jauh, dalam kajian al-Fiqh
as-Siyasi (Fiqih Politik Islam), aspek moral yang seharusnya menjadi dasar
sekaligus tujuan dari setiap kebijakan dan tindakan seorang pemimpin adalah
“kemaslahatan masyarakat”. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu kaidah kulliyyah
(norma hukum universal):
تَصَرُّفُ الإِمَامِ عَلَى
الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
(bahwa tindakan atau kebijakan pemimpin atas rakyatnya, terikat
oleh kepentingan dan kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya). Tegasnya, setiap
prilaku dan kebijakan pemimpin wajib diorientasikan untuk kemashlahatan bangsa
dan masyarakat, bukan kemashlahatan diri dan kelompoknya semata.
Senada dengan makna kaidah
di atas, Imam as-Syafi’i rahimahullahu ta’ala juga menyatakan (dalam Dr.
Dhiyauddin al-Husaini, Majalah ar-Ra-id, 01/06/2013):
مَنْـزِلَةُ
الإِمَامِ مِنَ الرَّعِيَّةِ مَنْـزِلَةُ الْوَلِيِّ مِنَ الْيَتِيْمِ.
“Posisi (tanggungjawab) seorang pemimpin atas
rakyatnya adalah sebagaimana posisi (tanggungjawab) orang yang diberi amanat memelihara
anak-anak yatim”.
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,
Kaidah di atas sesungguhnya diturunkan dari
moral kepemimpinan Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam al-Quran. Firman
Allah SWT dalam QS. at-Taubah [9]: 128 menyatakan:
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan
kalian sendiri; begitu berat dirasakan olehnya penderitaan kalian; ia sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian; dan ia amat mengasihi dan
menyayangi orang-orang mukmin.”
Berdasarkan ayat di atas, ada 3 sikap moral
kepemimpinan Rasulullah SAW yang perlu dicermati dan diteladani oleh setiap
pemimpin. Pertama, ‘azizun alaihi ma ‘anittum (artinya, amat berat
dirasakan oleh Nabi apa yang menjadi beban penderitaan umat yang dipimpinnya).
Dalam istilah modern, sikap ini disebut sense of crisis, yaitu rasa peka
atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati
kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Secara kejiwaan, empati berarti
kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Rasa empati
pada gilirannya akan mendorong lahirnya sikap simpati,
yaitu ketulusan memberi bantuan, baik moral maupun material, untuk meringankan
penderitaan orang yang mengalami kesulitan.
Kedua, harishun `alaikum (artinya,
Nabi sangat mendambakan agar umat yang dipimpinnya aman dan sentosa). Dalam istilah
modern, sikap ini disebut sense of
achievement, yaitu semangat dan perjuangan yang sungguh-sungguh,
agar seluruh masyarakat yang dipimpinannya dapat meraih kemajuan dan
kemakmuran.
Ketiga, raufun rahim (artinya, sikap mengasihi
dan menyayangi). Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Demikian pula Rasulullah SAW, juga merupakan manusia yang sangat pengasih dan
penyayang. Maka sudah seharusnya bagi setiap mukmin, terutama mereka yang
dipercaya menjadi pemimpin, meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul-Nya itu
dengan cara mencintai dan mengasihi orang lain, khususnya masyarakat yang
dipimpinnya. Karena kasih sayang (rahmat) adalah pangkal dari segala kebaikan.
Tanpa kasih sayang, sangat sulit dibayangkan seseorang bisa berbuat baik. Dalam
hal ini, Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Turmudzi, atau
yang lebih dikenal dengan nama Imam at-Turmudzi, seorang ulama besar ahli
hadits, murid dari Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, di dalam kitab kumpulan
haditsnya yang berjudul Sunan at-Turmudzi, ia meriwayatkan sebuah hadits
dari Abdullah ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
... إِرْحَمُوْا مَنْ
فِي الأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَآءِ ...
“Kasih sayangilah orang-orang
yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu”.
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Seorang mujaddid
(ulama pembaharu) abad modern, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (penulis kitab tafsir
al-Manar, murid dari Syaikh Muhammad Abduh, sekaligus pengembang
pemikiran Syaikh Jamaluddin al-Afghani yang sangat terkenal dengan
pertanyaannya yang monumental: “limaadza ta-akhara al-muslimuun wa taqaddama
ghairuhum” (mengapa kaum muslim begitu terbelakang, sedangkan umat lain
sedemikian maju?), ia menegaskan: bahwa ketiga sikap moral di atas WAJIB
hukumnya bagi seorang pemimpin. Karena tanpa ketiga sikap moral tersebut,
seorang pemimpin bisa dipastikan tidak akan bekerja untuk kepentingan
rakyatnya, melainkan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, dan
kelompoknya semata. Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita para pemimpin
yang amanah, yang betul-betul memahami hakikat tugas dan kewajibannnya sebagai khaadimul
ummah (pelayan masyarakat), dan mereka tentunya akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT kelak di akhirat. Amin Yaa Rabbal ‘Alamin. [ ]
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, )إِنَّا عَرَضْنَا الأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَالْجِبَالِ,
فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإِنْسَانُ,
إِنَّهُ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلاً(.
“Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya
enggan untuk memikul amanat itu lantaran mereka khawatir akan berbuat khianat,
lalu dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat dzalim
lagi bodoh”.
(QS. al-Ahzab [33] : 72).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah
Kedua:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ, وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ
وَامْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاََّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنََّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى
إِلَى رِضْوَانِهِ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا
النَّاسُ, اِتَّقُوا اللهََ حَقَّ تُقَاتِهِ, وَاعْلَمُوْا أَنََّ اللهَ
أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ
بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى إِنََّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ
يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَِّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ
الْمُخْلِِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا
وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاََءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ
الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَآصَّةً
وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنََّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, وَاذْكُرُوا
اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ, وَاللهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُوْنَ.
asalamualaikum,salam kenal, terima kasih.
BalasHapusasalamualaikum,salam kenal, terima kasih.
BalasHapusWlkmslm, iya sama-sama.. tks.
BalasHapus