Naskah
Khutbah Idul Adha:
“MAKNA
IDUL ADHA DALAM DIMENSI HUBUNGAN KETUHANAN (ILAHIYAH)
DAN
KEMANUSIAAN (INSANIYAH)”
(Rabu,
10 Dzulhijjah 1439 H. / 22 Agustus 2018 M.)
Oleh:
Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
Khuthbah
Pertama:
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (5×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) - اَللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأَصِيْلًا, لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ,
وَنَصَرَعَبْدَهْ, وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلَهَ
إِلَّا اللهُ وَلَانَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهُ, مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ
كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ.
اَلْحَمْدُ لِلَّه الَّذِى
بَسَطَ لِعِبَادِهِ مَوَاعِدَ اِحْسَانِهِ وَاِنْعَامِهِ, وَأَعَادَ عَلَيْنَا فِى هَذِهِ
الْايَّامِ عَوَائِدَ بِرِّهِ وَاِكْرَامِهِ, اَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى
جَزِيْلِ اِفْضَالِهِ وَاِمْدَادِهِ, وَاَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ جُوْدِهِ
وَحُسْنِ وِدَادِهِ بِعِبَادِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ فِى مُلْكِهِ وَبِلاَدِهِ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَشْرَفُ عِبَادِهِ
وَزُهَادِهِ, وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ
خَلْقِهِ, وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّاهِرِيْنَ مِنْ بَعْدِهِ. أَمَّا
بَعْدُ.
فَيَا اَيُّهَا
النَّاسُ… أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَبَادِرُوا
بِإِحْيَاءِ سُنّة اَبِيْكُمْ اِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ الصلاة والسَّلَامُ بِمَا
تُرِيْقُوْنَهُ مِنَ الدِّمَاءِ فِى هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيْمِ. اَللهُ
أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ - وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
Hadirin Jama’ah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah,
Segala puji dan rasa syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di masjid ini
dalam keadaan sehat wal ‘afiat, baik jasmani maupun ruhani. Dan berkumpulnya
kita semua di tempat ini, semoga menjadi pertanda masih kuatnya iman dan Islam
yang terpatri di dalam hati. Ini semua tentu tak lain merupakan hidayah dan
‘inayah-Nya yang juga patut kita syukuri, dengan cara senantiasa bertaqwa
kepada Allah Rabbul ‘Izzati, yakni menunaikan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Sikap taqwa yang kita miliki itu sudah
seharusnya kita jaga dan pelihara dengan istiqamah sehidup semati, seraya berharap
semoga kelak pada saatnya kita semua mampu menutup usia dan meninggalkan dunia
fana’ ini dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil
hamd,
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan Allah,
Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah bagi
seluruh umat Islam se-dunia. Hari ini merupakan hari kemenangan Nabiyullah
Ibrahim AS, seorang penemu konsep tauhid dalam berketuhanan, bahwa
satu-satunya tuhan yang layak disembah hanya Allah SWT. Dengan konsep tauhid
tersebut, manusia diharapkan mampu memposisikan dirinya secara benar di tengah kehidupannya,
baik sebagai ‘abdullah (hamba Allah) maupun sebagai khalifatullah
di muka bumi.
Ma’asyiral Muslimin yang dirahmati Allah,
Dalam upayanya menemukan satu-satunya Tuhan, yakni
Allah SWT, Nabiyullah Ibrahim AS telah menempuh proses perenungan yang
cukup panjang. Beliau melatih alam pikiran dan batinnya untuk mengenali Dzat
Yang Paling Berkuasa atas alam semesta. Upaya tersebut tentunya merupakan sesuatu
yang amat sulit bahkan rumit jika dikaji dari aspek ‘aqliyah (pendekatan
rasional). Apalagi, posisi Nabiyullah Ibrahim AS adalah seorang manusia
yang berada dalam dimensi alam materi-kebendaan (‘alam syahadah-hissiyyah),
sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Sirriy dan berada di tempat yang
tak pernah dapat digapai oleh indera manusia. Tentunya, Nabiyullah
Ibrahim AS mampu melewati proses tersebut melalui berbagai tahapan berpikir dan
perenungan yang sangat panjang, serta melalui proses latihan dan penempaan jiwa
yang berat. Peristiwa ini sebagaimana diabadikan oleh dalam firman Allah SWT
(QS. al-An’am: 75-79):
وَكَذَلِكَ نُرِي
إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ
الْمُوقِنِينَ. فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا
رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ. فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ
بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي
لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ. فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا
رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا
تُشْرِكُونَ. إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ.
Dan demikianlah Kami telah perlihatkan kepada Ibrahim
tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, agar dia
termasuk orang yang yakin. (75) Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang
di langit (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu
lenyap dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang lenyap“ (76) Kemudian tatkala
dia melihat bulan menampakkan dirinya dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi
setelah bulan itu menghilang dari pandangan, dia berkata: “Sesungguhnya jika
Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang
tersesat.” (77) Kemudian saat ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah
Tuhanku, inilah yang paling besar”. Maka tatkala matahari itu pun terbenam, dia
berkata: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian
persekutukan. (78) Sesungguhnya aku menghadapkan diriku hanya kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi, seraya mengikuti agama yang benar, dan aku
bukanlah orang-orang yang mempersekutukan Tuhan seperti kalian (79)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil
hamd,
Hadirin wal Hadirat Rahimakumullah,
Selain sebagai penemu konsep tauhid, beliau
juga merupakan manusia yang berhasil menaklukkan ambisi atau nafsu duniawi,
demi memenangkan kecintaannya hanya kepada Allah. Ketaatan dan keikhlasan Nabiyullah
Ibrahim AS untuk menyembelih (mengurbankan) Ismail yang merupakan puteranya
sendiri yang amat dicintai, adalah bukti ketaatan dan kepasrahan total beliau
kepada Allah. Itulah sesungguhnya hakikat dan makna ber-qurban, yakni
keikhlasan atau kerelaan hati untuk melepaskan apapun yang paling dicintai,
demi ketaatan melaksanakan perintah dan ber-taqarrub kepada Allah.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Qurban merupakan simbol keberanian dan tekad seseorang
untuk meninggalkan atau “menyembelih” nafsu duniawi untuk menghambakan
diri secara total kepada Allah SWtT. Karena kecintaan manusia yang berlebihan kepada
dunia, dapat menjadi penghalang kedekatannya kepada Allah. Sebagaimana dikatakan
seorang ulama salafus shalih, Malik Bin Dinar Rahimahullah:
حبّ الدنيا رأس
كلّ خطيئة
“Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia adalah
sumber dari segala kesalahan.”
Oleh sebab itu kecintaan kita terhadap dunia harus
pula “disembelih”, agar kita bisa semakin mendekat kepada Allah SWT. Islam
tidak melarang umatnya mencari rizki atau kepentingan-kepentingan duniawi,
bahkan Allah pun sangat mencintai umat-Nya yang mau bersusah payah dalam
mencari rizki yang halal, sebagaimana sabda Nabi SAW:
انَّ اللهَ
تَعَالىَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى عبدَه تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah sangat senang melihat hamba-Nya
yang mau bersusah payah dalam mencari rizki atau sesuatu yang halal (HR. Ad-Dailami).
Akan tetapi, Islam melarang kita memiliki sikap dan
orientasi hidup yang terlalu “memuja materi”, sebab, jika hati dan pikiran
seseorang sudah terpikat dan melekat dengan hal-hal yang bersifat duniawi, maka
ia akan terdorong untuk melakukan dan menghalalkan segala cara demi meraih ambisinya
tersebut.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil
hamd,
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Oleh karenanya, hewan-hewan qurban yang kita sembelih,
pada hakikatnya hanyalah simbol yang tidak akan pernah dipedulikan oleh Allah SWT,
jika itu dilakukan tanpa didasari niat yang tulus dan ikhlash karena Allah,
sebagaimana hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah di dalam firman-Nya (Q.S.
Al-Hajj: 37),
لَن يَنَالَ
اللَّهَ لُحُومُهَاوَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ
سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَاهَدَاكُمْ
وَبَشِّرِالْمُحْسِنِينَ.
“Daging-daging hewan yang disembelih berikut darahnya
itu tidak akan pernah dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan
kalianlah yang dapat menggapai keridhoan-Nya itu...”
Dalam menafsirkan kata “taqwa” pada ayat di atas, Ibnu
Abbas RA, seorang sahabat Nabi yang dikenal sebagai Turjumanul Qur’an
(penterjemah al-Qur’an), dalam tafsir beliau atas ayat-ayat al-Qur’an,
sebagaimana dihimpun oleh Imam Abu Thohir Muhammad bin Yakub Al-Fairuzzabadi
As-Syafi’iy dalam kitab: “Tanwirul Miqbas min Tafsiri Ibn ‘Abbas”, beliau
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan taqwa adalah “niat
yang suci dan ikhlas”. Karena hanya dengan landasan niat yang suci dan ikhlas
seseorang dapat mencapai ridho Allah, yakni bukan karena riya, ‘ujub,
keterpaksaan, kesombongan, ataupun maksud-maksud lain selain Allah.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Dari aspek sosial, ibadah qurban juga mengandung pesan
kepada kita agar memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap sesama. Pembagian
daging qurban kepada fuqoro’ wal masaakin, adalah simbol agar kita mau
berbagi dengan mereka serta ikut meringankan penderitaannya, bukan hanya pada
saat tertentu saja, akan tetapi setiap saat dan setiap waktu manakala kita
diberikan rizki dan kemampuan oleh Allah. Insya Allah, apabila semangat kepedulian
ini terus menyala di hati setiap orang yang berqurban, maka kemiskinan yang
saat ini masih menjadi problem utama masyarakat, khususnya umat Islam, akan
dapat dientaskan.
بَارَكَ اللهُ لِي
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما
فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْه
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khuthbah
Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) الله
أكبر كبيراً، والحمد لله كثيراً، وسبحان الله بكرة وأصيلاً. الله اكبر... فقد أعطى الله حبيبه الكوثر. الله اكبر... فقد أمره أن
يصلى له وينحر. الله اكبر... فقد وصف من كره نبيّه بأنّه الأبتر. الله اكبر... فقد
ابتلى الله خليله ببلاء مبين. الله اكبر... فقد أمره أن يذبّح اسماعيل الحليم. الله
اكبر... فقد سنّ المصطفى هذا العمل العظيم. الله اكبر... ثم صارت الأضاحى سنّة
للمسلمين.
الحمد لله الذي كان بعباده خبيراً
بصيراً، وتبارك الذي جعل في السماء بروجاً وجعل فيها سراجاً وقمراً منيراً، وهو
الذي جعل الليل والنهار خلفة لمن أراد أن يذكّر أو أراد شكوراً. وتبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيراً، الذي له ملك
السموات والأرض ولم يتخذ ولداً، ولم يكن له شريك في الملك، وخلق كل شيء فقدّره
تقديراً. أشهد أن لا إله إلاّ اللهُ الرؤوفُ الرحيم,
وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله ذو الجاه العظيم, صلّى الله وسلَّم عليه وعلى سائر
المرسلين, وآل كلٍّ والصحابة والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. اَمَّا بَعْدُ.
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ... اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَكم وَانْتَهُوْا عَمَّا
نَهَاكم, وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ, وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ
اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ, وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ اْلمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِىّ, وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ, وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ, اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ
انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ, وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الْفَاتِحِيْنَ, وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ, وَارْحَمْنَا
فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ, وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ,
وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا
دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا, وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِى
فِيْهَا مَعَاشُنَا, وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا,
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ, وَاجْعَلِ الْمَوْتَ
رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا
وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا, وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا
وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا, وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى
دِيْنِنَا, وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا, وَلاَ مَبْلَغَ
عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا. ربّنا
آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. عباد الله، إنّ الله يأمر
بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم
تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله
يعطكم ولذكرالله أعزّ وأجلّ وأكبر.