Naskah Khutbah Jum’at:
“BELAJAR
DARI 3 (TIGA) BINATANG KECIL YANG DISEBUTKAN DALAM AL-QUR’AN”
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Disampaikan di Masjid Al-Ikhlash Dukuhjeruk, Karangampel, Kab.
Indramayu, Jum’at 3 Maret 2017 M)
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ
لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ
خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ
الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ
يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ
وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ
تَعَالَى : يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin sidang Jum’ah yang dirahmati Allah,
Segala puji dan rasa syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat kembali berkumpul di
masjid ini, dalam keadaan sehat wal ‘afiat baik jasmani maupun ruhani. Dan
berkumpulnya kita di masjid ini, semoga menjadi pertanda masih adanya iman dan
Islam yang terpatri di dalam hati. Ini semua tentu tak lain merupakan hidayah
dan ‘inayah-Nya yang juga patut kita syukuri, dengan cara senantiasa bertaqwa
kepada Allah Rabbul ‘Izzati, yakni menunaikan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Sikap taqwa yang kita miliki itu sudah
seharusnya kita jaga dan pelihara dengan istiqamah sehidup semati, seraya
berharap semoga kelak pada saatnya kita semua mampu menutup usia dan
meninggalkan dunia fana’ ini dalam keadaan husnul khatimah. Amin ya Rabbal
‘Alamin.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Ada 3 (tiga) macam serangga atau binatang kecil yang namanya disebut dan diabadikan sebagai nama surat di dalam al-Qur’an, yaitu: semut (an-Naml), laba-laba (al-'Ankabut), dan tawon atau lebah (an-Nahl). Bila kita amati secara seksama, masing-masing binatang tersebut memiliki sifat dasar dan karakter yang bisa menjelaskan berbagai prilaku manusia.
Binatang kecil yang pertama adalah semut (an-naml). Semut memiliki prilaku dan kebiasaan yang khas, yaitu gemar mengumpulkan makanan tanpa henti sepanjang waktu. Binatang kecil ini bahkan dapat mengumpulkan makanan untuk bekal hidup bertahun-tahun, padahal rata-rata usianya tidak lebih dari satu tahun. Ketamakan semut yang begitu besar mendorongnya untuk selalu memikul beban apa saja yang bahkan lebih besar dari ukuran tubuhnya, meskipun sesuatu itu tidak bermanfaat baginya.
Di dalam surah an-Naml (semut)
ini, Allah SWT antara lain menceritakan bagaimana sikap Fir'aun yang sangat
kaya raya, juga Nabi Sulaiman yang memiliki kekuasaan yang tidak tertandingi oleh
manusia mana pun baik sebelum maupun sesudahnya. Ada juga kisah seorang raja
wanita dari negeri Saba, Ratu Bilqis, yang karena kekayaannya ia berusaha menyuap
Nabi Sulaiman demi mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.
Kemudian, binatang kecil lain yang
disebut oleh al-Quran adalah laba-laba (al-‘Ankabut). Laba-laba memiliki
prilaku hidup yang unik. Ia hidup dengan membuat jaring-jaring sebagai sarang
atau rumahnya, dan sarang laba-laba itu merupakan tempat yang paling rapuh di
dunia. Sebagaimana hal ini diungkapkan oleh Allah SWT:
مَثَلُ
الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ
اتَّخَذَتْ بَيْتًا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ
كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Perumpamaan orang-orang yang mencari
pelindung selain Allah itu ibarat seekor laba-laba yang membuat rumah (sarang).
Dan sesungguhnya rumah yang paling rapuh adalah rumah (sarang) laba-laba...”
(QS. Al-‘Ankabut: 41)
Rumah laba-laba bukanlah tempat yang aman, karena apapun yang berlindung atau terjebak di dalamnya akan disergap dan binasa. Sejak awal kehidupannya pun, telur laba-laba menetas saling berhimpitan dan berdesakan satu sama lain sehingga antar sesama mereka dapat saling menjatuhkan dan memusnahkan.
Sidang Jum’ah yang dirahmati Allah,
Lantas bagaimana dengan binatang kecil lain bernama tawon atau lebah (an-nahl)?. Di dalam al-Qur’an digambarkan bahwa lebah memiliki insting yang sangat tajam, yang digerakkan oleh bisikan “ilham” dari Allah sehinga membuatnya mampu memilih gunung-gunung dan pepohonan sebagai tempat tinggal. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT:
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ
أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ
“Dan Tuhanmu telah memberi ilham kepada lebah: ‘Buatlah rumahmu di bukit-bukit, di pepohonan, dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia’." (QS. an-Nahl: 68)
“Dan Tuhanmu telah memberi ilham kepada lebah: ‘Buatlah rumahmu di bukit-bukit, di pepohonan, dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia’." (QS. an-Nahl: 68)
Jika direnungkan, sarang lebah memiliki
bentuk segi enam, bukan segi lima atau segi empat. Hal ini memiliki faidah
tersendiri, yaitu agar tidak terjadi pemborosan ruangan atau tempat. Yang
dimakan oleh lebah hanyalah sari-sari pati bunga dan segala sesuatu yang baik.
Berbeda dengan semut yang hanya menumpuk-numpuk makanannya meski makanan itu
tidak memberi manfaat baginya. Lebah mampu mengolah makanannya, dan hasil olahannya
itu di antaranya berupa lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan.
Lilin bisa dimanfaatkan untuk penerangan, dan madu dapat menjadi obat yang
menyembuhkan. Lebah adalah serangga yang sangat disiplin, mengenal pembagian atau
tata kerja, dan segala yang tidak bermanfaat akan disingkirkan dari sarangnya.
Lebah tidak mengganggu kecuali yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat
menjadi obat.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Jika kita renungkan, sikap hidup
manusia sering kali tergambar dalam prilaku ketiga binatang kecil di atas. Ada
manusia yang berprilaku seperti semut, yang suka menghimpun dan menumpuk-numpuk
sesuatu tanpa memikirkan aspek faidah atau manfaatnya. Ia lebih mementingkan
syahwat dan segala keinginannya, meski sebenarnya tidak benar-benar ia
butuhkan. Orientasi hidup semut adalah terus-menerus "menimbun sesuatu"
yang didorong oleh sikap "aji mumpung". Prilaku seperti ini pada
akhirnya akan berdampak pada sikap israf dan tabdzir, yakni
perbuatan berlebihan dan sia-sia. Sikap semacam ini tentu merupakan sesuatu
yang dilarang oleh Allah SWT, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
وكلوا واشربوا ولا تسرفوا إنّه لا يحبّ المسرفين
“Makan dan
minumlah kalian, dan janganlah kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah
tidak mencintai orang-orang yang berlebihan”. (QS. Al-A’raf: 31)
Dalam firman-Nya yang lain, Allah SWT
juga menyatakan:
ولا تبذّر
تبذيرا, إنّ
المبذّرين كانوا إخوان الشّياطين وكان الشّيطان لربّه كفورا
“Dan janganlah kamu berbuat tabdzir, sesungguhnya
orang-orang yang berbuat mubadzir itu adalah saudara-saudaranya syaithan, dan
syaithan itu amat ingkar terhadap Tuhannya”. (QS. Al-Isra’: 26-27)
Terkait makna mubadzir ini,
para ulama menjelaskan bahwa setiap prilaku mempergunakan harta untuk tujuan
kemaksiatan, adalah termasuk dalam kategori tabdzir. Bahkan secara lebih
luas, sikap tabdzir juga mencakup segala tindakan yang dilakukan seseorang
yang tanpa mempertimbangkan nilai-nilai manfaat dan kebaikan di dalamnya.
Hadirin hadaniyallahu wa iyyaakum,
Demikian pula prilaku laba-laba, ia sering kali menjangkiti kehidupan manusia. Prilaku saling menjatuhkan, menjerumuskan dan memangsa satu sama lain, adalah contoh prilaku laba-laba yang terjadi dalam prilaku manusia.
Laba-laba selalu menganggap hewan lain adalah musuh sekaligus
mangsa baginya. Setiap kali ada hewan lain yang mendekati sarangnya dia akan terlihat
pontang-panting dan panik bergerak ke segala arah. Begitu pula orang yang selalu
menganggap orang lain sebagai musuh atau pesaing, dia akan selalu berada dalam
posisi khawatir dan serba curiga. Situasi orang yang semacam ini dalam bahasa
kita sering disebut dengan istilah “kalangkabut”, yang terambil dari bahasa
Arab kal ‘ankabut, yang berarti “seperti laba-laba”.
Rasulullah SAW, dalam hal ini lebih mengibaratkan
seorang Mukmin yang sejati sebagai seekor lebah, seekor serangga yang tidak pernah
merusak; tidak makan kecuali dari makanan yang baik; dan tidak menghasilkan apapun
kecuali yang bermanfaat.
Lebah memiliki beberapa keistimewaan yang dapat menjadi tamtsil (perumpamaan) tentang karakter ideal manusia. Pertama, lebah tak pernah merusak atau mematahkan ranting yang ia hinggapi, sekecil apapun ranting pohon tersebut. Hal ini memberi pelajaran bagi manusia agar ia menghindari prilaku-prilaku yang dapat menimbulkan mudharat atau kerugian bagi orang lain. Meskipun lebah datang untuk mencari makanan, tapi ia tak pernah merusak demi memenuhi kepentingan pribadinya. Bahkan lebah sering kali justru berjasa dalam proses penyerbukan bunga-bunga yang ia hinggapi.
Kedua, lebah tidak makan kecuali dari sumber-sumber makanan yang baik, sehingga yang dikeluarkannya pun semuanya baik, yaitu madu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Hal ini memberikan pesan kepada manusia, agar dalam kehidupan dan segala usahanya selalu mencari sesuatu yang halal dengan cara-cara yang juga halal. Karena rezeki yang halal tentunya akan membuahkan prilaku-prilaku yang baik dan positif, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakatnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
طلب الحلال
واجب على كلّ مسلم
“Berusaha mencari
sesuatu yang halal (dengan cara-cara yang juga halal) adalah kewajiban bagi
setiap Muslim”.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Demikian khutbah ini kami sampaikan. Semoga kita semua dapat mengambil
hikmah dan pelajaran berharga dari ketiga binatang kecil di atas. [ ]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH
II
الحمد
لله الذي أَكرَمَنا بِدِين الحقّ المبين، وأَفضَلَنا بِشريعة النّبي الكريم، أشهد
أن لا اله إلاّ اللهُ وحده لا شريك له، الملِكُ الحقُّ المبين، وأشهد أنّ سيّدَنا
ونبيَّنا محمدا عبدُه و رسولُه، سيّدُالأنبياء والمرسلين، اللهم صلّ وسلّم وبارك
على نبيِّنا محمد وعلى اله وصحبه والتابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما
بعد: فيأيّها الناس اتّقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا
أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى: إنَّ
الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما.
اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورُسُلِك وملآئكتِك المقرّبين, وارضَ
اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة
والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك
ياأرحم الراحمين.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوات.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا
مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا
وَلا مَحْرُوْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ
وَالغِنَى. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا
صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا،
وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا
صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاً طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ
وَالإِكْرَامِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ. ربّنا
آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. والحمد لله رب العالمين.
عبادالله، إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء
والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على
نعمه يزدكم ولذكرالله اكبر.