Naskah Khutbah Jum’at:
SEPUTAR TRADISI PERAYAAN
MAULID NABI
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Ketua Lajnah Ta’lief wan Nasyr (LTN)
PCNU Kab. Indramayu)
(Disampaikan di Masjid
Jami’ Al-Ikhlash Dukuhjeruk Kec. Karangampel Kab. Indramayu,
Tanggal 16
Januari 2015 M/25 Rabi’ul Awwal 1436
H.)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Khutbah
Pertama:
الحمد لله الذي منّ علينا برسوله الكريم,
وهدانا به إلى الدين القويم والصراط المستقيم, وأمرنا بتوقيره وتعظيمه وتكريمه,
وفرض على كلّ مؤمن أن يكون أحبَّ إليه من نفسه وأولاده وخليله, وجعل محبّتَه سببا
لمحبّته وتفضيله, أشهد أن لا إله إلاّ اللهُ الرؤوفُ الرحيم, وأشهد أنّ محمّدا
عبده ورسوله ذو الجاه العظيم, صلّى الله وسلَّم عليه وعلى سائر المرسلين, وآل كلٍّ
والصحابة والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد, فيا أيّها الحاضرون,
اتّقوا اللهَ حقَّ تُقاته, ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.
Hadirin Sidang Jum’at yang dirahmati Allah,
Tanpa terasa, hari ini,
Jum’at 16
Januari 2015 M, kita telah berada di minggu
terakhir bulan Rabi’ul Awal,
atau yang sering kita sebut bulan Maulid atau Maulud (orang Barat menyebutnya Mevlud).
Bulan ini merupakan bulan
yang sangat bersejarah dan memiliki arti penting bagi umat Islam di seluruh
dunia. Karena
pada bulan inilah, hampir 1500-an tahun yang lalu, seorang manusia sekaligus
makhluk Allah yang paling mulia dilahirkan ke dunia, yakni Nabiyullah Muhammad SAW. Dan
sebagaimana sudah kita maklumi bersama, hampir di sudut mana pun
umat Islam di dunia, termasuk di Indonesia, momentum hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW yang jatuh tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal itu,
merupakan a great tradition atau tradisi luhur yang setiap tahun senantiasa
dilaksanakan. Memperingati maulid Nabi tersebut pada hakikatnya bukanlah
perbuatan “terlarang” atau bid’ah seperti yang dipahami oleh sebagian kalangan
yang memahami arti “bid’ah” secara dangkal dan serampangan. Karena, sebagaimana
dijelaskan oleh al-Imam al-Hafidz Jalaludin as-Suyuthi, seorang ulama besar
bermadzhab Syafi’i yang mendapat julukan “ibnu
al-kutub” lantaran selama hidupnya ia menulis tak kurang dari 500 buah
kitab, di antaranya kitab Tafsir Jalalain
yang hingga saat ini masih banyak dipelajari. Imam As-Suyuthi adalah seorang ulama multidisiplin ilmu yang hidup pada abad 10 H dan
merupakan orang yang paling alim
di zamannya di bidang ilmu hadits dan berbagai cabangnya, serta menghapal
tak kurang dari 200
ribu hadis. Terkait peringatan maulid Nabi ini, beliau
menjelaskan: bahwa mengadakan
peringatan maulid Nabi pada hakikatnya merupakan satu bentuk kecintaan kita
kepada Rasulullah SAW, sekaligus wujud kegembiraan dan rasa syukur kita atas
kelahirannya, sebab, kelahiran Rasulullah di muka bumi ini adalah rahmat bagi
semesta. Bahkan, di dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan, Allah SWT
berfirman: “laulaaka ya Muhammad, maa khalaqtul aflak” (andaikan tidak
karenamu wahai Muhammad, maka tidak akan aku ciptakan alam semesta).
Hadirin sekalian yang dirahmati Allah,
Selain penjelasan yang
dikemukakan al-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi di atas, masih banyak penjelasan
lain terkait perayaan maulid Nabi yang dikemukakan oleh ulama salafus shalih yang tak diragukan lagi
keshalihan dan kedalaman ilmunya, di antaranya: Syaikh Tajuddin Umar ibnu Ali
al-Lakhami as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan nama Imam al-Fakihani,
seorang ulama bermadzhab Malikiy, dalam kitabnya “al-Maurid fi al-Kalam ‘ala
al-Maulid”; kemudian Syaikh Ibnu al-Hajj al-Fa’siy dalam kitabnya “Hasyiyah
Mayyarah”; lalu Syaikh Abu Abdillah ibn al-Hajj al-Malikiy dalam kitabnya “al-Madkhal”;
termasuk kitab “at-Tanbihat al-Wajibat” yang ditulis oleh Hadhratus
Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Bahkan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang
pemikiran-pemikirannya sering dijadikan rujukan oleh kelompok Salafi-Wahabi
yang kerap membid’ahkan peringatan maulid Nabi, di dalam kitabnya yang
berjudul Iqtida’ as-Shirath al-Mustaqim, beliau secara jelas menyatakan:
فتعظيم المولد
واتّخاذه مُوسِمًا قد يفعله بعضُ الناس يكون له فيه أجرٌ عظيمٌ لِحُسن قَصدِه
وتعظيمِه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلَّم...
Bahwa mengagungkan maulid Nabi dan menjadikannya sebagai satu
tradisi yang dilakukan oleh sekelompok orang, di dalamnya terdapat pahala yang
amat besar lantaran kemuliaan tujuannya dalam rangka mengagungkan Rasulullah
SAW.
Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum,
Terkait sejarah perayaan maulid Nabi, cukup menarik apa
yang pernah dipidatokan oleh Presiden Soekarno puluhan tahun silam pada acara
Peringatan Maulid Nabi di Stadion Bung Karno, tanggal 6 Agustus 1963 (pidato
ini didokumentasikan oleh lembaga Sekreterariat Negara, No. 618 tahun 1963).
Dalam pidatonya tersebut Bung Karno bercerita: “Suatu sore
saya pernah diajak oleh Presiden Suriah Sukri al-Kuwatly mengunjungi
makam Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Presiden Kuwatly lalu bertanya kepada saya, ‘apakah Anda
mengetahui siapa orang yang dimakamkan di sini?’. Saya menjawab, ‘of course i know,
this is Salahuddin al-Ayyubi, the great warrior’ (iya, tentu saya tahu, ini adalah Salahuddin al-Ayyubi, seorang pahlawan
besar). Presiden Kuwatly
berkata, ‘tetapi ada satu jasa Salahuddin al-Ayyubi yang barangkali Anda
belum mengetahui’. Saya
bertanya, ‘what is that’, apa itu?, Presiden Kuwatly menjawab, ‘Salahuddin
al-Ayyubi inilah orang yang mengobarkan api semangat Islam, api
perjuangan Islam, dengan cara memerintahkan kepada umat Islam di seluruh penjuru dunia supaya setiap tahun mengadakan
perayaan maulid Nabi’.
Hadirin rahimakumullah,
Sebagaimana diungkapkan di atas, peringatan maulid Nabi ini
untuk pertama kali digelar adalah atas prakarsa Sultan Salahuddin al-Ayyubi
dari Dinasti Ayyubiyah, atau yang dalam banyak literatur di Barat dikenal
dengan nama “Saladin”. Prakarsa ini atas usulan Sultan Mudzaffar
yang merupakan saudara iparnya yang memerintah di wilayah Irbil, Suriah Utara. Sultan
Salahuddin al-Ayyubi adalah seorang pemimpin sekaligus panglima perang yang memimpin
sejak tahun 1174-1193 M atau tahun 570-590 H, pusat pemerintahannya berada di
Kairo Mesir, dan wilayah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan
Semenanjung Arabia. Pada masa itu, dunia Islam tengah banyak mendapat serangan
bertubi-tubi dari berbagai bangsa Eropa, seperti Prancis, Inggris, dan Jerman.
Peristiwa inilah yang dalam sejarah dikenal dengan nama “Perang
Salib” atau The Cruisade. Di mana, pada tahun 1099 M pasukan
Eropa berhasil merebut Yerussalem dan mengubah Masjid al-Aqsha menjadi gereja. Kondisi
ini membuat umat Islam kehilangan ghirah perjuangan, di samping karena
faktor perpecahan internal umat Islam sendiri dengan munculnya banyak kerajaan
kecil, meskipun secara simbolis masih berada di bawah satu kekhalifahan
Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Prakarsa Salahuddin al-Ayyubi ini mendapat respons
positif dan dukungan dari Khalifah an-Nashir di Baghdad, hingga pada musim haji
tahun 579 H/1183 M, Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain
(dua tanah suci, Makkah dan Madinah) untuk pertama kalinya mengeluarkan
instruksi kepada seluruh jama’ah haji, agar jika mereka kembali ke kampung
halamannya masing-masing segera mengumumkan kepada masyarakat Islam di mana
saja berada, bahwa mulai tahun 580 H/1184 M setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, hendaknya
dirayakan peringatan maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang dapat
membangkitkan semangat umat Islam. Salahuddin al-Ayyubi sendiri, pada acara
peringatan maulid Nabi yang pertama kali digelar pada tahun 580 H/1184 M,
menyelenggarakan musabaqah atau sayembara penulisan sirah nabawiyyah
atau riwayat hidup Nabi disertai pujian-pujiannya dengan bahasa seindah
mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi
tersebut, hingga mencuatlah nama Syaikh al-Imam Ja’far al-Barzanji sebagai pemenang dengan karya monumentalnya “Kitab Maulid Nabi
al-Barzanji”. Kitab tersebut hingga sekarang masih terus dibaca di berbagai
pelosok negeri umat Muslim, dan alhamdulillah termasuk di negeri dan
desa yang kita cintai ini.
Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum,
Apa yang diprakarsai oleh Salahuddin al-Ayyubi dalam membangkitkan
kembali semangat perjuangan umat Islam melalui peringatan maulid Nabi, ternyata
membuahkan hasil yang positif. Karena 3 tahun setelahnya, yakni pada tahun 1187
M/583 H, Salahuddin al-Ayyubi berhasil menghimpun kekuatan yang sangat solid
sehingga Yerussalem dapat direbut kembali dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid
al-Aqsha yang semula diubah oleh bangsa Eropa menjadi gereja akhirnya dapat
difungsikan kembali sebagai masjid yang sangat dimuliakan oleh seluruh umat
Islam di dunia, hingga hari ini. Sungguh, ini semua tak lepas dari berkah dan
manfaat perayaan maulid Nabi yang telah diprakarsai dan terus digelorakan oleh
Salahuddin al-Ayyubi, semoga Allah senantiasa merahmatinya.
Hadirin rahimakumullah,
Adapun di wilayah nusantara yang kita cintai ini,
perayaan maulid Nabi sebagaimana dilakukan oleh Salahuddin al-Ayyubi di atas,
juga telah berlangsung sejak lama. Bahkan, momentum maulid Nabi ini
dimanfaatkan oleh ulama penyebar Islam “Wali Songo” sebagai sarana dakwah yang
dikemas dengan berbagai acara yang dapat menarik minat masyarakat menyatakan 2
kalimat syahadat (syahadatain) sebagai pertanda masuk Islam. Itulah
sebabnya perayaan maulid Nabi ini sering diidentikkan dengan “Syahadatain”,
atau yang dalam lidah orang Jawa disebut “Sekaten”. Tidak hanya berhenti sampai
di situ, dua kalimat syahadat itu, oleh Raden Sa’id atau Sunan Kalijaga,
disimbolkan dengan 2 buah gamelan yang diciptakan sendiri oleh beliau dan
diberi nama “Kiai Nogowilogo” dan “Kiai Guntur Madu”, yang ditabuh di halaman
masjid Demak pada saat perayaan maulid Nabi berlangsung. Sebelum kedua
gamelan tersebut ditabuh atau dimainkan oleh Sunan Kalijaga, orang-orang yang
baru masuk Islam melalui pernyataan “syahadatain” tadi, terlebih dahulu harus
melewati pintu “pengampunan” terlebih dahulu yang disebut dengan “Ghafura”
(yang berarti Allah yang Maha Pengampun), dan kemudian kata "ghafura" ini dalam lidah orang Jawa
disebut dengan “gapura”.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Setelah periode Wali Songo dan Kesultanan Demak selesai,
dilanjutkan dengan periode Kesultanan Mataram. Pada masa Kesultanan Mataram,
tradisi perayaan maulid Nabi ini pun masih terus dilestarikan. Pada masa itu
muncul istilah “grebeg mulud”. Kata “grebeg” artinya “mengikuti”, yakni
mengikuti Sultan dan para ulama keluar dari keraton menuju masjid untuk
mengikuti perayaan maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi
gunungan dan lain-lain.
Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum,
Di atas semua uraian tersebut, hal yang sesungguhnya
paling penting dan paling utama untuk kita pahami adalah, perayaan demi perayaan
maulid Nabi yang setiap tahun kita laksanakan, hendaknya diikuti pula dengan
peningkatan kualitas kecintaan kita kepada Rasulullah SAW secara nyata, dengan
cara meneladani akhlak dan prilaku Nabi serta mengikuti seluruh ajarannya,
termasuk juga patuh dan berpedoman kepada petunjuk para ulama selaku pewaris
perjuangan Nabi hingga akhir zaman. Hal ini agar perayaan maulid Nabi yang
setiap tahun kita laksanakan, tidak hanya berhenti pada kegiatan seremonial
belaka, akan tetapi memiliki atsar atau pengaruh positif bagi perbaikan
diri, keluarga, dan masyarakat kita dalam upaya meningkatkan iman dan ketaqwaan
kepada Allah SWT. Demikian uraian khutbah yang dapat kami sampaikan, semoga
bermanfaat khususnya bagi pribadi khathib dan umumnya bagi seluruh
jama’ah sekalian.
أعوذ بالله من
الشيطان الرجيم, لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو اللهَ واليومَ
الآخِرَ وذَكَرَ اللهَ كثيرا. بارك اللهُ لي ولكم في القرآن العظيم, ونفعني
وإيّاكم بما فيه مِن الآيات والذكر الحكيم, وتقبّل منّي ومنكم تِلاوَتَه إنّه هو
السميع العليم. وقل ربّ اغفر وارحم وأنت خير الراحمين.
Khutbah
Kedua:
الحمد لله على إحسانه, والشكر له على توفيقه وامتنانه. أشهد
أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له, وأشهد أنَّ سيدنا محمدا عبده ورسوله الدّاعى
إلى رضوانه. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد, وعلى آله وأصحابه وسلِّم تسليما كثيرا. أمّا
بعد, فيا أيها الناس, اتّقوا الله فيما أمر وانتهوا عمّا نَهَاكم. واعلموا أنَّ
الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى إنَّ الله وملآئكته
يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على
سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورسلك وملآئكتك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء
الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين
لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحيآء
منهم والأموات, إنّك سميع قريب مجيبُ الدعوات. اللهمّ أعزّ الإسلام والمسلمين
وَأَذِلَِّ الشّركَ والمشركين وانصر عبادَك الْمُوَحِّدِين المخلِصين واخذُل مَن
خذَل المسلمين ودَمِّرْ أعدآئَنا وأعدآءَ الدّين وأَعْلِ كلماتِك إلى يوم الدين.
اللهمّ ادفع عنّا البلاءَ والوَباءَ والزَّلازِلَ والْمِحَنَ وسوءَ الفتنة ما ظهر
منها وما بطن عن بَلَدِنا إندونيسيا خآصةً وعن سائرِ البُلدانِ المسلمين عآمة يَا ربّ
العالمين. ربّنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عبادَ الله!
إنَّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتآء ذي القربى وينهى عن الفحشآء والمنكر والبغي
يعظكم لعلّكم تذكّرون, واذكروا الله العظيم يَذْكُرْكُمْ واشكروه على نِعَمِهِ يَزِدْكم
واسئلوه من فضله يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أكبر.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته