Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ
تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ،
وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ
الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ
وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah,
Salah satu sahabat Nabi yang bernama
An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, seorang sahabat yang pada
saat kelahirannya merupakan bayi pertama yang lahir dari kalangan sahabat Ansor
ketika Nabi sudah hijrah dan menetap di Madinah, ia pernah meriwayatkan sabda Nabi
ﷺ yang berisi peringatan bagi kita
semua. Nabi bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِيْ الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ
الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad seseorang
ada segumpal daging (dan darah). Jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya. Sebaliknya,
jika ia rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal
daging (dan darah) itu adalah hati (jantung).” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dalam memahami makna hati atau jantung pada hadits di atas kita bisa
memahaminya dalam dua sudut pandang. Pertama, secara jasmani atau lahiriah,
Nabi ﷺ berpesan tentang betapa vitalnya
fungsi hati atau jantung (bahasa Arab: qalb) yang terdapat di dalam
tubuh manusia. Jantung punya fungsi utama memompa darah ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah. Jantung juga bertugas menyalurkan nutrisi ke seluruh
tubuh dan membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Jantung yang normal adalah
pangkal jasmani yang sehat. Sebaliknya, ketika jantung mengalami gangguan, maka
terganggu pula kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Kedua, secara rohani. Istilah qalb sering dimaknai sebagai “hati”. Hati
memang tak kasat mata tapi pengaruhnya kepada setiap gerak-gerik manusia amat
menentukan. Ia tempat berpangkalnya niat. Tulus atau tidak, jujur atau
pura-pura, lebih sering hanya diketahui oleh Allah dan pemilik hati sendiri.
Dalam Islam, hati merupakan sesuatu yang paling pokok. Ibarat jantung, rusaknya
hati berarti rusaknya tiap perilaku manusia secara keseluruhan. Maksud hati
dari hadits Nabi di atas tentu lebih pada pemaknaan yang kedua ini.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Untuk menjaga agar hati tetap “sehat”, perlu kiranya kita menjawab sebuah pertanyaan: apa yang menyebabkan hati rusak? Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab al-Munabbihât ‘ala Isti‘dâdi li Yaumil Mî‘âd memaparkan penjelasan Imam Hasan al-Bashri, seorang ulama tabi’in yang banyak menimba ilmu secara langsung kepada lebih dari serratus sahabat Nabi, ia menjelaskan:
إِنَّ فَسَادَ اْلقُلُوْبِ عَنْ سِتَّةِ
أَشْيَاءَ : أَوَّلُهَا يُذْنِبُوْنَ بِرَجَاءِ التَّوْبَة، وَيَتَعَلَّمُوْنَ
اْلعِلْمَ وَلَا يَعْمَلُوْنَ، وَإِذَا عَمِلُوْا لَا يُخْلِصُوْنَ،
وَيَأْكُلُوْنَ رِزْقَ اللهِ وَلَا يَشْكُرُوْنَ، وَمَا يَرْضَوْنَ بِقِسْمَةِ
اللهِ، وَيَدْفَنُوْنَ مَوْتَاهُمْ وَلَا يَعْتَبِرُوْنَ
Bahwa ada enam hal yang membuat
hati manusia menjadi rusak. Pertama, seseorang sengaja berbuat dosa dengan disertai
angan-angan kelak ia bisa bertobat. Ia sadar bahwa apa yang dilakukan adalah
kedurhakaan, tapi berangan-angan ia bisa menghapus kesalahan-kesalahannya saat
ini di kemudian hari. Ini merupakan sebuah kesombongan karena terlalu percaya
diri bahwa Allah akan memberinya kesempatan bertobat lalu melimpahinya rahmat.
Juga masuk kategori sikap meremehkan karena perbuatan dosa dilakukan bukan
karena kebodohan melainkan kesengajaan. Alih-alih tobat bakal datang, bisa jadi
justru hati makin gelap, dosa-dosa kian menumpuk, dan kesadaran untuk kembali
kepada Allah makin tumpul.
Kedua, seseorang berilmu tapi tidak mau mengamalkan. Pepatan bijak mengatakan, al-‘ilmu
bilâ ‘amalin kasy syajari bilâ tsamarin (ilmu tanpa amal bagaikan pohon
tanpa buah). Pengamalan dalam kehidupan sehari-hari dari setiap pengetahuan
tentang hal-hal yang baik adalah tujuan dari ilmu. Hal ini juga menjadi penanda
akan keberkahan ilmu. Pengertian “tidak mengamalkan ilmu” bisa dengan sikap mendiamkannya
hanya sebagai koleksi pengetahuan dalam kepala, atau si pemilik ilmu berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan ilmu yang dimiliki. Kondisi ini bisa menyebabkan
rusaknya hati.
Ketiga, seseorang beramal namun ia tidak ikhlas. Setelah ilmu diamalkan, urusan
belum sepenuhnya beres. Sebab, manusia masih dihinggapi hawa nafsu dari
mana-mana. Ia mungkin saja berbuat baik banyak sekali, namun sia-sia belaka
karena tidak ada ketulusan berbuat baik. Ikhlas adalah hal yang cukup berat
sebab meniscayakan kerelaan hati meskipun ada yang dikorbankan.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Keempat, seseorang memakan rezeki
Allah tapi tidak mau bersyukur. Karunia dan syukur merupakan pasangan yang tak
bisa dipisahkan. Jika tidak ada manusia di dunia ini yang luput dari karunia
Allah, maka bersyukur adalah pilihan sikap yang wajib. Orang yang tak mau
bersyukur adalah orang yang tidak memahami hakikat rezeki. Jenis anugerah Allah
mungkin ia batasi hanya kepada ukuran-ukuran yang bersifat material belaka,
misalnya jumlah uang, rumah, jenis makanan, dan lain-lain. Padahal, rezeki
telah diterima setiap saat, berupa nikmat bendawi maupun nonbendawi. Mulai dari
napas, waktu luang, akal sehat, kesehatan, pekerjaan hingga berbagai kecukupan
kebutuhan lainnya seperti makan, tempat tinggal, dan pakaian. Hanya mereka yang
sanggup merenungkannya yang akan jauh dari kufur nikmat alias tidak bersyukur.
Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nashaihul ‘Ibad mengartikan syukur
dengan ijrâ’ul a‘dlâ’ fî mardlâtillâh ta‘âlâ wa ijrâ’ul amwâl fîhâ
(menggunakan anggota badan dan harta benda untuk sesuatu yang mendatangkan
ridha Allah). Artinya, selain ucapan “alhamdulillah”, kita dianggap
bersyukur bila tingkah laku kita, termasuk dalam penggunaan kekayaan
kita, bukan untuk jalan maksiat kepada Allah ﷻ.
Perusak hati yang kelima adalah tidak ridha dengan karunia Allah. Pada level ini, seseorang bukan hanya tidak mau mengucapkan rasa syukur, tapi juga kerap mengeluh, merasa kurang, bahkan dalam bentuknya yang ekstrem melakukan protes kepada Allah. Allah memberikan kadar rezeki pada hambanya sesuai porsinya masing-masing. Tidak ada hubungan langsung bahwa yang kaya adalah mereka yang paling disayang Allah, sementara yang miskin adalah mereka yang sedang dibenci Allah. Bisa jadi justru apa yang kita sebut “kurang” sebenarnya adalah kondisi yang paling pas agar kita selamat dari tindakan melampaui batas. Betapa banyak orang berlimpah harta namun malah lalai dengan tanggung jawab kehambaannya: boros, sombong, berfoya-foya, kikir, tenggelam dalam kesibukan duniawi dan lupa akhirat, dan lain sebagainya. Di dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ
لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ
بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan
rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka
bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha
Melihat."
(QS Asy-Syura: 27)
Keenam, seseorang yang menguburkan orang yang telah meninggal dunia namun ia tidak
mengambil pelajaran darinya. Peristiwa kematian adalah nasihat yang lebih
gamblang daripada pidato-pidato dalam panggung ceramah. Ketika ada orang
meninggal, kita disajikan fakta yang jelas bahwa kehidupan dunia ini fana.
Liang kuburan adalah momen perpisahan kita dengan seluruh kekayaan, jabatan,
status sosial, dan popularitas yang pernah dimiliki. Selanjutnya, orang mati
akan berhadapan dengan semua pertanggungjawaban atas apa yang ia perbuat selama
hidup di dunia.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اْلقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ
فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجَ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ
مِنْهُ
“Sungguh liang kubur merupakan
awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)-nya maka
perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari
(siksaan)-nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR Tirmidzi)
Demikian enam perkara yang menyebabkan rusaknya hati. Lalu, bagaimanakah cara kita menjaga hati agar tidak mudah rusak. Abdullah bin Umar RA meriwayatkan pesan Rasulullah SAW:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ هَذِهِ
الْقُلُوبَ تَصْدَأُ كَمَا يَصْدَأُ الْحَدِيدُ إِذَا أَصَابَهُ الْمَاءُ» . قِيلَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا جِلَاؤُهَا؟ قَالَ: «كَثْرَةُ ذِكْرِ الْمَوْتِ
وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ» . رَوَى الْبَيْهَقِيُّ فِي شُعَبِ الْإِيمَانِ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma berkata, bahwa Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya hati ini dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi bila terkena air." Beliau ditanya "Wahai Rasulullah, bagaimana cara membersihkannya? Rasulullah bersabda: "Memperbanyak mengingat maut dan membaca al-Qur'an.” (HR Al-Baihaqi)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
الحمد لله ذي الجلال والإكرام حي لا يموت قيوم لا ينام،
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك الحليم العظيم الملك العلام، وأشهد أن
نبينا محمدًا عبده ورسوله سيد الأنام والداعي إلى دار السلام. أما بعد:
فيأيّها الناس اتّقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا أنَّ
الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى: إنَّ الله
وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ
صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورُسُلِك وملآئكتِك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن
الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي
التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدّعَوات. اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ
تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا
مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى
وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ
كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا،
وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا
ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاً طَيِّبًا وَاسِعًا،
يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ. ربّنا آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة
وقنا عذاب النّار. والحمد لله رب العالمين. عبادالله، إنّ الله يأمر بالعدل
والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون.
فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطكم ولذكرالله
اكبر.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar