MEMUPUK UKHUWWAH WATHANIYAH, MERAWAT KEISLAMAN
DAN KEINDONESIAAN
Oleh: Dr. H. Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Ketua Tanfidziyah MWC NU Karangampel Kab. Indramayu)
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَآءَ، وَاصْطَفَى
مِنْ عِبَادِهِ الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَآءَ وَالأَوْلِيَآءَ, وَأَنْعَمَ هَذَا الْبَلَدَ
إِنْدُوْنِيْسِيَا بِوُجُوْدِ جَمْعِيَّةِ نَهْضَةِ الْعُلَمَآء, فَامْتَدَّتْ بِهَا
رَايَةُ الْحَمْرَآءِ وَالْبَيْضَآءِ فِي السَّمَآء، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِمَا هُوَ لَهُ
أَهْلٌ مِنَ الحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، أَنْزَلَ
عَلَيْهِ رَبُّهُ الْقُرْآنَ الْمُبِيْنَ, هُدًى وَنُوْرًا لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ
رِسَالَتَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى سَائِرِ
الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ, وَآلِ كُلٍّ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ
اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Hadirin sidang Jum’at yang
dirahmati Allah,
Segala puji dan
rasa syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kita dapat kembali berkumpul di masjid ini, dalam
keadaan sehat wal ‘afiat baik jasmani maupun ruhani. Dan berkumpulnya kita di
masjid ini, semoga menjadi pertanda masih adanya iman dan Islam yang terpatri
di dalam hati. Ini semua tentu tak lain merupakan hidayah dan ‘inayah-Nya yang
juga patut kita syukuri, dengan cara senantiasa bertaqwa kepada Allah Rabbul
‘Izzati, yakni menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Sikap taqwa yang kita miliki itu sudah seharusnya kita
jaga dengan istiqamah sehidup semati, seraya berharap semoga kelak pada saatnya
nanti kita semua menutup usia dan meninggalkan dunia fana’ ini dalam keadaan husnul
khatimah. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah,
Saat ini, kita
berada di bulan Agustus, bulan di mana hari kemerdekaan bangsa kita akan kembali
diperingati dan dirayakan. Sang Merah Putih pun telah sejak awal Agustus mulai serentak dikibarkan.
Oleh karenanya, pada kesempatan
ini, seiring momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan bangsa kita, khathib menekankan
pentingnya memahami semangat ukhuwah
wathaniyah (persaudaraan sebangsa
dan setanah air). Karena menjaga tali ukhuwah wathaniyah ini bahkan harus
lebih diprioritaskan ketimbang sebatas ukhuwah Islamiyah. Sebab, dari
jalinan ukhuwwah wathaniyah inilah akan lahir kecintaan terhadap bangsa
dan tanah air, dan dari kecintaan atas tanah air itu akan muncul upaya membela
tanah air tersebut dari berbagai bentuk rongrongan dan ancaman, baik yang
datang dari luar maupun dari dalam. Karena jika sebuah bangsa tidak memiliki
tanah air, atau menjadi sebuah bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat, akan
sulit rasanya bagi kita mengamalkan ajaran agama secara damai dan aman,
sebagaimana yang kita rasakan saat ini. Dengan kata lain, untuk dapat menjaga dan mengamalkan iman itu sangat dibutuhkan rasa aman.
Hadirin rahimakumullah,
Syaikh Syarief
Ali bin Muhammad bin Ali al-Jurjani di dalam kitabnya At-Ta’rifat, dalam
menjelaskan makna tanah air yang dalam bahasa Arab disebut dengan istilah “al-wathan”,
ia menjelaskan:
اَلْوَطَنُ هُوَ مَوْلِدُ
الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِيْ هُوَ فِيْهِ
“Tanah air
adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya”. (Lihat: Ali bin Muhammad bin Ali
Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1,
1405 H, halaman 327).
Jama’ah sekalian yang dirahmati Allah,
Dalam perjalanan
sejarah awal Islam, pentingnya tanah air ini dapat kita pahami dari kisah hijrahnya Nabi dari Makkah menuju Madinah. Peristiwa hijrah
sesungguhnya menyiratkan harapan Nabi untuk memiliki tanah air atau tempat
tinggal yang aman dan berdaulat, sehingga ajaran dan dakwah Islam akan bisa berkembang dengan baik. Dalam sebuah
riwayat, Nabi pernah mengungkapkan rasa cintanya pada tanah kelahiran beliau, yaitu
Makkah al-Mukarramah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu
Hibban yang bersumber dari Abdullah Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi pernah bersabda:
مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ
وأَحَبَّكِ إِلَيَّ, وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمِيْ أَخْرَجُوْنِيْ مِنْكِ مَا سَكَنْتُ
غَيْرَكِ
“Alangkah indahnya
engkau (wahai Mekkah) sebagai sebuah negeri dan engkau merupakan negeri yang amat
aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan
tinggal di negeri selainmu”.
Demikian
pentingnya tanah air ini, dalam sebuah pepatah Arab juga dikatakan:
مَنْ لَيْسَ لَهُ أَرْضٌ
لَيْسَ لَهُ تَارِيْخٌ, وَمَنْ لَيْسَ لَهُ تَارِيْخٌ لَيْسَ لَهُ ذَاكِرَةٌ.
"Barang siapa
tidak memiliki tanah air, ia tidak memiliki sejarah. Dan barang siapa yang tidak
memiliki sejarah, maka ia akan terlupakan.” Dalam pepatah Arab yang lain juga dikatakan:
لَوْ ضَاعَ مِنْكَ الذَّهَبُ,
فِي سُوْقِ الذَّهَبِ تَلْقَاهُ. لَوْ ضَاعَ مِنْكَ الْحَبِيْبُ, يُمْكِنُ فِي سَنَةٍ
أَوْ سَنَتَيْنِ تَنْسَاهُ. لَكِنْ لَوْ ضَاعَ مِنْكَ الْوَطَنُ, وَيْنَكَ تَلْقَاهُ.
“Jika engkau
kehilangan emas, di pasar emas kan kau dapatkan gantinya. Jika engkau
kehilangan kekasih, mungkin setahun – dua tahun kau bisa melupakannya. Namun
jika engkau kehilangan tanah air, maka dari mana kau kan temukan gantinya?!”.
Jama’ah Jum’at hadaniyallahu wa iyyakum,
Maka, adalah hal
yang sangat
memprihatinkan apabila saat
ini masih ada kalangan yang selalu mempertentangkan
antara kecintaan terhadap tanah air versus agama. Bahkan, tak jarang sebagian
dari mereka secara terang-terangan menolak nasionalisme, karena menganggap
nasionalisme itu bukan ajaran Islam. Padahal, Hadratus Syaikh
KH. M. Hasyim Asy’ari beserta para ulama dan kiai lain yang tak diragukan lagi
keluasan dan kedalaman ilmunya, telah sejak lama, sejak masa-masa perjuangan
merebut kemerdekaan, telah menggelorakan semangat membela tanah air ini melalui
satu ungkapan: “hubbul wathan minal iman”, bahwa mencintai tanah air adalah
bagian dari iman.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah,
Kita patut
bersyukur, bahwa kita terlahir sebagai bangsa Indonesia yang beragama Islam. Karena di
negeri ini, Islam yang kita kenal
adalah Islam yang sejak awal disebarkan dengan penuh kebijaksanaan oleh Wali Songo dan kiai-kiai
pesantren selaku para penerusnya; Islam yang tidak pernah secara frontal mempertentangkan antara ajaran agama dengan budaya bangsa dan tradisi-tradisi luhur yang sudah ada sebelumnhya. Ajaran Islam yang disebarkan oleh Wali
Songo dan para penerusnya itu, ditempuh melalui pendekatan budaya yang ramah dengan
menonjolkan
keteladanan dan akhlak
luhur. Karena mereka sangat menyadari, keberhasilan
dakwah Islam
perlu ditopang oleh kondisi tanah
air dan kehidupan masyarakat yang damai dan aman. Oleh karenanya, para Wali itu selain dikenal sebagai ulama yang sangat mumpuni, mereka
juga merupakan
para penjaga
tradisi sekaligus pakar
pendidikan dan dakwah yang sangat pandai. Mereka lebih memprioritaskan substansi
atau ruh ajaran Islam dibanding kemasan, atau jargon-jargon yang belum tentu
sesuai dengan essensi ajaran Islam itu sendiri. Maka tidak aneh misalnya,
nama-nama pesantren tertua yang kita kenal adalah justru karena penyematan nama
dusun atau daerah di mana pesantren itu berada, seperti Tebuireng, Lirboyo, Krapyak,
Termas, Langitan, Buntet, Babakan, Benda Kerep, dan sebagainya. Itu adalah
simbol betapa para kiai pesantren sangat memahami, bahwa upaya mengembangkan
dakwah Islam melalui lembaga pesantren harus pula mempertimbangkan dan
menghargai aspek kesejarahan dan lokalitas di mana pesantren itu berada.
Jama’ah sekalian yang dirahmati Allah,
Semua uraian di atas menegaskan kepada kita, bahwa pemahaman keislaman dan keindonesiaan harus kita pahami secara selaras dalam kerangka ukhuwwah wathaniyah (kecintaan terhadap tanah air), yakni menjaga tali persaudaraan dan keharmonisan bangsa meski di tengah banyaknya perbedaan. Karena perbedaan adalah sunnatullah dan bukan merupakan sesuatu yang terlarang, tetapi yang dilarang adalah pertikaian dan permusuhan. Dengan bekal pemahaman seperti itulah ajaran Islam akan benar-benar mewujud menjadi rahmatan lil ‘alamin, dan tanah air yang kita cintai ini pun diharapkan akan menjadi negeri yang senantiasa damai dan aman, serta diliputi dengan cahaya iman, sebagaimana diistilahkan oleh al-Qur’an: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Kemudian yang terakhir, menutup
khutbah pada siang hari ini, sebagai bangsa yang besar, ada 2 (dua) hal yang harus
selalu kita ingat, sebagaimana disimbolkan dalam 2 JAS, yaitu: JAS MERAH dan
JAS HIJAU. JAS MERAH artinya “JAngan Sekali-kali MElupakan SejaRAH”, dan
JAS HIJAU artinya “JAngan Sekali-kali HIlangkan JAsa Ulama”. [ ]
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. أُدْعُ إِلَى
سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ
هِيَ أَحْسَنُ... وَقَالَ تَعَالَى: وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُوْنَ
لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا. الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَخَلَقَ
كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيْرًا. خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ
يَبْتَلِيْهِ فَجَعَلَهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا. ثُمَّ هَدَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا
وَإِمَّا كَفُوْرًا. فَمَنْ شَكَرَ كَانَ جَزَاؤُهُ جَنَّةً وَحَرِيْرًا وَنَعِيْمًا
وَمُلْكًا كَبِيْرًا. وَمَنْ كَفَرَ لَمْ يَجِدْ لَهُ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَلِيًّا
وَلاَ نَصِيْرًا. نَحْمَدُهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَمْدًا كَثِيْرًا، وَنَعُوْذُ
بِنُوْرِ وَجْهِهِ الْكَرِيْمِ مِنْ يَوْمٍ كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا. وَنَسْأَلُهُ
أَنْ يُلَقِّيَنَا يَوْمَ الْحَشْرِ نَضْرَةً وَسُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ شَهَادَةً تَجْعَلُ الظُّلْمَةَ نُوْرًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ الْمُرْسَلُ مُبَشِّرًا وَنَذِيْرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ
بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَجَمِيْعِ أُمَّتِهِ عَدَدَ أَنْفَاسِ مَخْلُوقَاتِكَ
شَهِيْقًا وَزَفِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ
اللهُ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ.
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ
تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ,
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ
يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِالإِسْلاَمِ
وَاخْتِمْ لَنَا بِالإِيْمَانِ وَاخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ وَلاَ تَخْتِمْ
عَلَيْنَا بِسُوْءِ الْخَاتِمَةِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا اسْتَوْدَعْنَاكَ هَذِهِ الْقَرْيَةَ
وَبِلاَدَ إِنْدُوْنِيْسِيَا أَهْلَهَا كِبَارَهَا وَصِغَارَهَا رِجَالَهَا وَنِسَاءَهَا
بِجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. فَيَا عِبَادَ اللهِ،
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءَ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar